Mesjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan - Islami Pedia
News Update
Loading...

Sunday, September 20, 2020

Mesjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan

Simbol Pembauran Melayu & Thionghoa

Tak banyak masjid dengan keistimewaan seperti masjid lama Gang Bengkok di kota Medan ini. baik dari arsitekturalnya maupun dari sosio kemasyarakatannya. Masjid Lama Gang Bengkok diperkirakan berdiri pada tahun 1874, dibangun di atas tanah wakaf dari Haji Muhammad Ali yang lebih dikenal dengan nama Datuk Kesawan dan seluruh biaya pembangunannya di tanggung oleh Tjong A Fie (1860-1921) seorang saudagar Thionghoa dari daratan China yang kemudian hijrah ke Kota Medan di awal abad ke 19.

Masjid yang dibangun dalam sentuhan kental akulturasi budaya Thionghoa dan Melayu dalam satu bentuk masjid yang unik ini merupakan masjid tertua ke dua di Kota Medan. Dibangun 20 tahun setelah Masjid Al Osmani (1854) di Labuhan Deli, yang merupakan masjid tertua di Kota Medan. Masjid Lama Gang Bengkok tidak saja merekam jejak sejarah pembauran orang melayu dengan orang Thionghoa di kota Medan dalam pembangunan masjid ini tapi juga mewariskan nafas pembauran itu hingga kini.

Lokasi Masjid Lama Gang Bengkok.

Mesjid Lama Gang Bengkok

Jalan Mesjid, Kelurahan Kesawan

Kecamatan Medan Barat, Kota Medan

Sumatera Utara - Indonesia

Lihat Masjid Lama Gang Bengkok. di peta yang lebih besar

Sejarah Masjid Lama Gang Bengkok ? Kota Medan

Masjid Lama Gang Bengkok (1874), ini merupakan salah satu dari tiga masjid tertua di kota Medan. Dua masjid tertua lainnya adalah Masjid Al Osmani (1854), di Jalan Yos Sudarso Kilometer 17,5 dan Mesjid Raya Al-Mashun (Mesjid Raya) di Jalan Sisingamangaraja. Dari sisi usia, Masjid Lama Gang Bengkok merupakan masjid tertua ke dua di Kota Medan setelah Masjid Al Osmani. Masjid ini bahkan lebih dulu dibangun dari Masjid Raya Al Mashun (1909).

Sebuah Nama Yang Aneh

Disebut Masjid Gang Bengkok, karena dalam awal pembangunannya masjid ini berada pada dalam sebuah gang sempit. Ruas gang tersebut memiliki belokan atau tikungan atau bengkokan pas di depan lokasi masjid ini berdiri. Karena semenjak dibangun masjid ini memang nir pernah secara resmi diberi nama sang pendirinya ataupun oleh Sultan Deli, maka warga setempat menyebutnya sebagai masjid di Gang Bengkok.

gerbang utama masjid Lama Gang Bengkok (fotodanangsetiaji)

Lalu setelah sekian lama waktu berlalu, makin banyak masjid berdiri di kota Medan,  untuk membedakannya dengan masjid masjid yang baru, dengan sendirinya masyarakat disana menyebut masjid ini sebagai masjid lama, maksudnya masjid yang sudah sejak lama berdiri disana lebih dulu dibandingkan dengan masjid lainnya. Maka, hingga kini masjid ini disebut dengan nama Masjid Lama Gang Bengkok.

Satu Tempat Dua Nama

Anda tak kan menemukan nama Jalan Kesawan di peta kota Medan, karena yang dimaksud jalan Kesawan oleh orang medan itu kini bernama Jalan [Jendral] Ahmad Yani. Kawasan yang kini dilintasi oleh jalan Ahmad Yani itu memang mula mula bernama Kampung Kesawan. Hampir keseluruhan wilayah Kesawan ini dulunya di abad ke 19 dimiliki oleh Datuk Muhammad Ali, seorang saudagar kaya raya melayu asli. Karena besarnya pengaruh beliau di kawasan tersebut, masyarakat memanggil beliau dengan panggilan Datuk Kesawan.

gerbang dan atap masjid yang bercorak Thionghoa

(foto databaseartikel.com)

Kini Kesawan merupakan salah satu pusat niaga di kota Medan. Di kawasan Kesawan ini juga banyak berdiri bangunan tua peninggalan peninggalan zaman kolonial. Gang bengkok di depan Masjid ini pun kini sudah tidak lagi berbentuk gang karena sudah diperluas sebagai jalan raya dan diberi nama Jalan Masjid. Tapi masyarakat setempat sudah terlanjur menyebutnya gang bengkok.

Di masa yang sama di kota Medan yang kala itu masih bernama Deli Tua, begitu terkenal seorang pengusaha Thionghoa kaya raya yang berasal dari China daratan. Beliau bernama Tjong A Fie (1860-1921). Beliau tak saja dikenal karena kekayaannya yang berlimpah tapi juga karena sifat dermawannya yang tak pandang bulu. Kedermawanan dan Kejayaan bisnis Tjong A Fie di Kota Medan sudah seperti sebuah legenda. Rumah kediaman mendiang Tjong A Fie di Kesawan kini dikenal dengan nama Tjong A Fie Mansion ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya kota Medan dan ditetapkan sebagai warisan sejarah dunia Unesco.

Tjong A Fie

Tanah wakaf dari orang Melayu dibangun oleh orang China

Masjid Lama Gang Bengkok, Kota Medan dibangun diatas tanah milik Datuk Muhammad Ali atau Datuk Kesawan yang memang beliau hibahkan untuk keperluan membangun masjid di wilayah Kesawan, namun keseluruhan proses pembangunan masjid nya sendiri ditanggung sepenuhnya oleh Tjong A Fie. konon hal tersebut dilakukan oleh Tjong A Fie sebagai bentuk penghormatan beliau kepada muslim melayu. Peletakan batu pertama pembangunan masjid ini bahkan dilakukan sendiri oleh Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam (1873-1924), Sultan Deli ke-9 yang berkuasa saat itu.

Ketokohan Tjong A Fie yang begitu disegani membuatnya begitu dekat dengan Keluarga Kesultanan dan Penguasa penjajah Belanda. Tak mengerankan bila kemudian proses pembangunan Masjid Gang Bengkok ini pun turut menarik perhatian Sultan Deli. Keseluruhan pembangunan masjid ini diperkirakan dilaksanakan tahun 1874-1885. Tjong A Fie yang membangun masjid ini kemudian menghadap kepada Sultan Ma’mum Al Rasyid Perkasa Alam untuk melaporkan sudah selesainya pembangunan masjid tersebut sekaligus menyerahkannya kepada Sultan dan Sultan kemudian menunjuk Syech Mohammad Yacub untuk mengurus dan memelihara mesjid ini.

Arsitektural Masjid Lama Gang Bengkok ? Kota Medan

Pepatah yang mengatakan “Jangan hanya menilai buku dari sampulnya”, tampaknya benar benar berlaku untuk masjid Lama Gang Bengkok di kota Medan ini. Bila hanya sekilas pandang saja melihat masjid ini tanpa berusaha untuk mencari tahu lebih jauh, siapapun pasti akan mengira masjid ini adalah sebuah Klenteng bagi umat Khonghucu bukan masjid bagi ummat Islam. Arsitektural masjid tua satu ini memang lebih mirip sebuah kelenteng dibandingkan sebuah masjid, tak mengherankan, karena Tjong A Fie yang membangunnya adalah tokoh kota medan dari etnis Thionghoa. Tak salah bila disebut masjid Lama Gang Bengkok ini sebagai monumen pembauran Melayu dan Thionghoa di Kota Medan. Meski bentuk Kelenteng begitu mendominasi, namun sentuhan melayu dan Islam menjadi pembeda mutlak bangunan ini dengan Kelenteng.

Interior Masjid Lama Gang Bengkok (foto dari fighislam.com)

Seni bina Melayu tampak jelas pada plafon mesjid yang terdapat umbai-umbai yaitu semacam hiasan yang disebut "lebah bergantung". Ukiran ini terbuat dari kayu, berbentuk semacam tirai berwarna kuning, warna khas Melayu. Sedangkan gapuranya bernuansa Islam Persia. Masjid lama Gang Bengkok hanya mengalami renovasi sedikit pada bagian pintu, dinding dan atap yang sudah rapuh. 75 % dari bangunan ini masih asli, termasuk ruang utama masjid seluas 18x18 meter dan 4 penyangganya yang berdiameter 2,1 centimeter dengan tinggi 2,2 meter. Empat tiang penyangga tersebut serupa dengan tiang penyanggah yang ada rumah Tjong A Fie di jalan Ahmad Yani Kota Medan. Konong, tukang yang membangun masjid inipun adalah tukang yang sama yang membangun rumah Tjong A Fie. Di masjid ini masih disimpan benda-benda bersejarah hingga sekarang.

Aktivitas dan pengelolaan Masjid Lama Gang Bengkok

Kepengurusan Masjid Lama Gang bengkok kebanyakan dipegang sang Medan beretnis Mandailing. Mereka kebanyakan sebagai pengurus secara turun- temurun. Pengurus saar ini merupakan generasi ke-4 menurut pengurus masjid pertama. Seperti disebutkan di awal tulisan bahwa sesudah seleasi pembangunan masjid ini, Syech Mohammad Yacub buat mengurus & memelihara mesjid ini. Keturunan beliau yg lalu melanjutkan tradisi mengurus & menjaga masjid ini. Sementara jemaah masjid terdiri dari poly etnis dari Melayu sendiri, Jawa, Mandailing, China, Karo, dan Arab.

Pemakaman pada Masjid Lama Gang bengkok

(fotomedanbisnisdaily.com)

Aktivitas pengajian rutin diselenggarakan di Masjid Lama Gang Bengkok. Masjid berdaya tampung hingga 2000 jemaah ini pula memiliki perpustakaan masjid yg dibuka buat generik menggunakan koleksi kitab sebesar 500 judul kitab pengetahuan umum dan kepercayaan . Selama bulan suci Ramadhan masjid ini penuh sesak sang jamaah yg kebanyakan adalah jemaah berdasarkan luar Kesawan. Aktivitas rutin yg diselenggarakan merupakan antara lain merupakan pengajian yang dilakukan setiap hari sehabis sholat Zhuhur yaitu Tafsir Al-Quran & hadist beberapa orang ulama. Satu hal yg jua dilakukan selama bulan Ramadhan merupakan menggunakan menyediakan hidangan buka puasa bubur pedas khas Melayu seperti yang disediakan di Masjid Raya Al Mashun.

Seiring dengan berjalannya ketika, wilayah kesawan yg dulunya adalah pemukiman warga pun sekarang berubah sebagai area bisnis, perkantoran & pertokoan. Dengan sendirinya jemaah masjid ini juga berubah dari yang dulunya mayoritas merupakan warga sekitar, kini malah ramai oleh karyawan & pelaku bisnis di daerah tadi. Jemaah masjid membludak saat sholat jum?At & ramai pada hari kerja tetapi jemaahnya justru menyusut pada hari libur.

Referensi

travel.detik.com - mesjid-lama-gang-bengkok-di-jalan-kesawan

medanbisnisdaily.com - masjid_lama_simbol_pembauran_tionghoa_dan_melayu

r0nn4y.mywapblog.com - mesjid-lama-gang-bengkok

-----------------------------------------------

Baca juga artikel masjid masjid di pulau Sumatera lainnya

Masjid Raya Al Mashun Medan ðMasjid Al Osmani Tertua di Kota MedanðMasjid Lama Gang Bengkok Kota MedanðMesjid Nurul Iman kota Padang‎ðMasjid Ganting PadangðGerakan 1000 Surau Minangkabau Paska Gempa 2009ðMesjid Nurul Iman kota Padang‎ðMasjid Agung An-Nur Riau di PekanbaruðMasjid Raya BatamðMasjid Raya NatunaðMasjid Sultan Riau, Pulau PenyengatðMasjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (Bagian I) &(Bagian II)ðMasjid Jami' Indrapuri, AcehðMasjid Agung Al Falah Jambi, Masjid Seribu TiangðMasjid Agung Sultan Palembang (Bagian I) &(Bagian II)ðMasjid Babussalam Gelumbangð

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done