Masjid Raya Al Mashun, Medan - Sumatera Utara - Islami Pedia
News Update
Loading...

Sunday, September 20, 2020

Masjid Raya Al Mashun, Medan - Sumatera Utara

Masjid Raya Al Mashun atau Masjid Raya Medan atau kadang juga disebut Masjid Raya Deli, merupakan salah satu dari dua masjid yang pernah menjadi Masjid resmi kesultanan Deli pada masa jayanya. Masjid Raya Al Mashun juga merupakan masjid tertua ke tiga di kota Medan setelah Masjid Al Osmani di Labuan Deli yang juga merupakan masjid kesultanan Deli yang pertama dan Masjid Lama Gang Bengkok di Jalan Masjid Kesawan.

Al-Mashun yang berarti ?Dipelihara?, sinkron namanya hingga kini masih terpelihara dan terawat dengan baik. Tidak heran, lantaran masjid ini di masa silam merupakan Masjid Negara dalam masa jayanya Kesultanan Melayu Deli, lokasinya berdiri hanya terpaut lebih kurang 200 meter dari Istana Maimun yang merupakan Istana kesultanan Deli. Pembangunan Masjid Raya Al Mashun dimulai dalam tahun 1906, dan selesai dalam tahun 1909. Secara keseluruhan biaya pembangunan masjid ditanggung sendiri sang Sultan Maamun Al-Rasyid Perkasa Alamsjah, menghabiskan dana sebanyak satu juta gulden Belanda.

Lokasi Masjid Raya Al Mashun Medan

Sisi timurMasjid Raya Al Mashun menghadap ke Jalan Sisingamangaraja sedangkan sisi utaranya menghadap ke Jalan Masjid Raya. Letaknya yang demikian membuat beberapa orang menulis alamat masjid ini berada di Jl. Sisingamangaraja yg lain nya menuliskannya berada pada Jl. Masjid Raya. Namun yang niscaya Masjid Raya Al Mashun ini berada di sentra kota Medan, tidak jauh berdasarkan Istana Maimun yang sama sama peninggalan Kesultanan Melayu Deli.

Lihat lokasinya di wikimapia

Lihat Peta Lebih Besar

Sejarah Singkat Kota Medan

Kota medan yang kini menjadi ibukota propinsi Sumatera Utara, pada mulanya adalah sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri yang didirikan oleh Guru Patimpus putra Karo bermarga Sembiring Pelawi pada 1 Juli 1590. Dalam bahasa Karo, kata "Guru" berarti "Tabib" atau "Orang Pintar", kata "Pa" adalah sebutan untuk seorang Bapak berdasarkan sifat atau keadaan seseorang, lalu kata "Timpus" berarti bundelan, bungkus atau balut. Guru Patimpus bermakna seorang Tabib yang memiliki kebiasaan membungkus sesuatu dalam kain yang diselempangkan di badan untuk membawa barang bawaannya. Sebagai penghormatan kepada beliau Pemerintah Kota Medan membangun Monumen Guru Patimpus di sekitar Balai Kota Medan. Dan tanggal 1 Juli setiap tahun diperihati sebagai hari jadi kota Medan.

Karena letaknya yang berada di Tanah Deli, Kampung Medan juga sering dikenal sebagai Medan Deli. Lokasi asli Kampung Medan adalah sebuah tempat di mana Sungai Deli bertemu dengan Sungai Babura. Terdapat berbagai kerancuan dari berbagai sumber literatur mengenai asal-usul kata "Medan" itu sendiri. Dari catatan penulis-penulis Portugis dii awal abad ke-16, Kata Medan berasal dari nama "Medina", sumber lainnya menyatakan Medan berasal dari bahasa India "Meiden".

Masjid Raya Medan yang kokoh meski sudah melewati usia

lebih dari satu abad (foto :medanenjoy.blogspot.com)

Yang lebih kacau lagi ada sebagian masyarakat menyatakan Medan merupakan tempat atau area bertemunya berbagai suku sehingga disebut sebagai medan pertemuan. Adapula yang mengatakan ketika saudagar Arab yang melihat tanah Medan mengatakan Median yang berarti datar atau rata dan memang pada kenyataannya Medan memiliki kontur tanah yang rata mulai dari pantai Belawan hingga daerah Pancur Batu.Dalam Kamus Karo-Indonesia yang ditulis Darwin Prinst SH: 2002, Kata "Medan" berarti "menjadi sehat" ataupun "lebih baik". Hal ini memang berdasarkan pada kenyataan Guru Patimpus adalah seorang tabib yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya.

Medan pertama kali ditempati suku Karo. Hanya setelah penguasa Aceh, Sultan Iskandar Muda, mengirimkan panglimanya, Gocah Pahlawan Bergelar Laksamana Khoja Bintan untuk menjadi wakil Kerajaan Aceh di Tanah Deli, barulah Kerajaan Deli mulai berkembang. Perkembangan ini ikut mendorong pertumbuhan penduduk maupun kebudayaan. Di masa pemerintahan Sultan Deli kedua, Tuanku Panglima Parunggit (1669-1698), terjadi perang kavaleri dan sejak itu Medan menjadi pembayar upeti kepada Sultan Deli. Kesultanan Deli ini pula yang meninggalkan warisan sejarah termasuk dua masjid kesultanan di dua tempat berbeda di kota Medan, yakni Masjid Al Osmani di Labuhan Deli dan Masjid Raya Almashun di pusat kota Medan.

Komplek Masjid Raya Medan, Bangunan utama dan bangunan

penunjang dirancang begitu serasi (thearoengbinangproject)

Sekilas Sejarah Kesultanan Melayu Deli

Kesultanan Melayu Deli pertama kali didirikan sang Muhammad Dalik pada tahun 1653 (versi lain menyebut tahun 1630), sebagai negeri bawahan Kesultanan Aceh. Muhammad Dalik merupakan seorang pemuka yg menjadi laksamana pada Kesultanan Aceh dikenal pula menggunakan nama Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Khuja Bintan atau Laksamana Kuda Bintan. Beliau adalah keturunan menurut Amir Muhammad Badar ud-din Khan, seseorang bangsawan berdasarkan Delhi, India yang menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudra Pasai. Dia dipercaya Sultan Aceh untuk sebagai wakil bekas daerah Kerajaan Haru yang berpusat di wilayah sungai Lalang-Percut.

Dalik mangkat pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit merogoh alih kekuasaan menjadi Sultan Deli Ke 2, & pada tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya menurut Aceh. Setelah Mangkatnya Sultan Deli ke-tiga Tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli, sempat terjadi perebutan kekuasaan antara putra putranya & sebagai awal berdirinya kesultanan Serdang.

refleksi indah Masjid Raya Medan dari balik kolam (foto :flickr)

Berdirinya Masjid Raya Al Mashun Medan

Di tahun 1728 Tuanku Panglima Pasutan memindahkan pusat kerajaan dari Padang Datar, ke Kampung Alai [Labuhan Deli] Tercatat enam Sultan Deli yang pernah bertahta di Istana Kerajaan Melayu Deli di Labuhan Deli, sejak dari Sultan Deli ke 4 hingga Sultan Deli ke-9. Masjid Al Osmani yang merupakan masjid Kesultanan bagi Kesultanan Deli dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Osman Perkasa Alam (Sultan ke-8) masih berdiri kokoh hingga kini menjadi saksi sejarah kesultanan Melayu Deli.

Sultan Ma?Mum Al Rasyid Perkasa Alam (Sultan Deli ke-9) kemudian memindahkan balik ibukota kerajaan ke wilayah Padang Datar [pusat kota medan]. Pemindahan kembali ibukota kerajaan terebut dilakukan sehabis Kerajaan Melayu di Labuhan Deli dikuasai Belanda, ketika Sultan Mahmud Perkasa Alam [sultan Deli ke-8) terpaksa memberikan sebagian daerahnya menjadi tanah konsesi kepada penjajah Belanda pada tahun 1863 buat ditanami tembakau Deli.

Sultan Al Rasyid pada abadikan

dalam sebuah perangko tahun

emisi 2006

Di ibukota pemerintahan baru ini Kesultanan Deli berkembang pesat, selesainya Deli lepas sama sekali dari Kesultanan Aceh dan Kesultanan Siak Sri Indrapura dalam 1861. Meski masih pada bayang-bayang pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Sultan Ma?Mum Al Rasyid Perkasa Alam kemudian membangun Istana Maimun dalam 26 Agustus 1888 dan selesai 18 Mei 1891.

Sultan Ma?Mum Al Rasyid Perkasa Alam memulai pembangunan Masjid Raya Al Mashun pada tanggal 21 Agustus 1906 (1 Rajab 1324 H). Keseluruhan pembangunan rampung dalam lepas 10 September 1909 (25 Sya?Ban 1329 H) sekaligus dipakai ditandai menggunakan pelaksanaan sholat Jum?At pertama di masjid ini. Holistik pembangunannya menghabiskan dana sebanyak satu juta Gulden. Sultan memang sengaja menciptakan mesjid kerajaan ini menggunakan megah, karena berdasarkan prinsipnya hal itu lebih utama ketimbang kemegahan istananya sendiri, Istana Maimun. Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri sang Sultan, namun syahdan Tjong A Fie, tokoh kota medan berdasarkan etnis Thionghoa yang sejaman dengan Sultan Ma?Mun Al Rasyd turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.

interior Masjid Raya Medan (skyscrapercity.com)

Pada awalnya Masjid Raya Al Mashun di rancang oleh Arsitek Belanda Van Erp yg jua merancang istana Maimun, tetapi kemudian proses-nya dikerjakan sang JA Tingdeman. Van Erp saat itu dipanggil ke pulau Jawa sang pemerintah Hindia Belanda buat bergabung pada proses restorasi candi Borobudur di Jawa Tengah. Sebagian bahan bangunan diimpor antara lain: marmer buat dekorasi diimpor dari Italia, Jerman & kaca patri dari Cina & lampu gantung pribadi menurut Prancis. Mesjid Raya sedikit tidak sama dengan masjid pada umumnya karana nir banyak kaligrafi sini tetapi poly terdapat tabrakan bunga dan tumbuhan yang keseluruhanya pada cat.

Arsitektural Masjid Raya Al Mashun

JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini menggunakan denah simetris segi delapan pada corak bangunan adonan Maroko, Eropa dan Melayu & Timur Tengah. Denah yg persegi delapan ini membentuk ruang bagian pada yang unik nir misalnya masjid masjid kebanyakan. Di ke empat penjuru masjid masing masing diberi beranda dengan atap tinggi berkubah warna hitam, melengkapi kubah primer di atap bangunan utama masjid. Masing masing beranda dilengkapi menggunakan pintu utama dan tangga hubung antara pelataran menggunakan lantai utama masjid yg ditinggikan, kecuali bangunan beranda di sisi mihrab.

Mimbar & Migrab Masjid Raya Medan (thearoengbinangproject)

Bangunan masjidnya terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar. Jendela-jendela yang mengelilingi pintu beranda terbuat dari kayu dengan kaca-kaca patri yang sangat berharga, sisa peninggalan art nouveau periode 1890-1914, yang dipadu dengan kesenian Islam. Seluruh ornamentasi di dalam mesjid baik di dinding, plafon, tiang-tiang, dan permukaan lengkungan yang kaya dengan hiasan bunga dan tumbuh-tumbuhan. di depan masing-masing beranda terdapat tangga. Kemudian, segi delapan tadi, pada bagian luarnya tampil dengan empat gang pada keempat sisinya, yang mengelilingi ruang sholat utama.

Gang-gang ini punya deretan jendela-jendela tak berdaun yang berbentuk lengkungan-lengkungan yang berdiri di atas balok. Baik beranda dan jendela-jendela lengkung itu mengingatkan disain bangunan kerajaan-kerajaan Islam di Spanyol pada Abad Pertengahan. Sedangkan kubah mesjid mengikuti model Turki, dengan bentuk yang patah-patah bersegi delapan. Kubah utama dikitari empat kubah lain di atas masing-masing beranda, dengan ukuran yang lebih kecil. Bentuk kubahnya mengingatkan kita pada Mesjid Raya Banda Aceh. Di bagian dalam masjid, terdapat delapan pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi untuk menyangga kubah utama pada bagian tengah. Adapun mihrab terbuat dari marmer dengan atap kubah runcing. Gerbang mesjid ini berbentuk bujur sangkar beratap datar. Sedangkan menara mesjid berhias paduan antara Mesir, Iran dan Arab.

dua pekerja sedang sibuk memperbaiki lampu penerangan

di sekitar komplek masjid raya medan (tribunnews.com)

Pengelolaan Masjid Raya Al Mashun

Secara tradisi turun temurun keluarga Sultan sangat berperan dalam pengelolaan masjid ini. Sejak era kemerdekaan, pemerintah kota Medan mengambil andil dalam perawatan dan pengelolaan masjid. Pengurus masjid sangat ketat menjaga masjid ini termasuk menjaga keaslian bangunan dengan tidak sembarangan melakukan perbaikan apalagi perombakan mengingat material yang dipakai untuk membangun masjid ini memang dari bahan bahan pilihan yang kini tidak mudah untuk didapatkan.

Sebagai bangunan tua, Pemkot Medan dan Pengelola Masjid Raya Al Mashun memberikan penangangan khusus terhadap masjid ini. Di sebuah papan yang berada dipintu gerbang masuk kompleks masjid misalnya, para pengunjung hendak memasuki masjid di”warning” agar tidak melakukan tujuh hal, yaitu dilarang masuk bagi segala jenis kendaraan, dilarang memakai alas kaki, dilarang berjualan di dalam kompleks, dilarang bermain segala jenis olahraga, dilarang meludah di atas lantai, dilarang membuang sampah sembarangan, dan dilarang merokok. Bagi yang melakukan ketujuh larangan tersebut, akan dituntut melanggar pasal 406 ayat 1 KUHP, dengan ancaman 2 tahun dan 8 bulan penjara.

Lebaran Idul Fitri tahun 2009 di Masjid Raya Medan (picasaweb)

Aktivitas Masjid Raya Al Mashun

Pada bulan Ramadhan, suasana di Masjid Raya ini menjadi jauh lebih semarak dibanding hari-hari biasa. Kegiatan ibadah tidak hanya berlangsung siang hari, melainkan juga malam hari hingga menjelang waktu sahur. Siang disisi dengan kegiatan muzakarah, diskusi tentang hukum sya’ri Islam, ceramah Ramadhan, dan berbagai kegiatan pengkajian Islam lainnya.

Pada malam hari kegiatannya berupa shalat Tarawih dan Tadarrus Al-Qur’an hingga larut malam hingga sampai dini hari saat sahur tiba. Selain itu, untuk menghidupkan suasana di komplek masjid, pengurus juga menyiapkan makanan bukaan setiap sore dari sumbangan para dermawan dan masyarakat sekitar masjid. Makanan berbuka yang disiapkan hingga 300 - 500 orang tersebut khusus bagi anak-anak yatim, gelandangan, dan kaum musafir yang jauh dari rumahnya saat waktu berbuka tiba. Hidangan khas di masjid ini adalah sajian bubur pedas khas masjid Raya Al Mashun.

Foto Foto Masjid Raya Al Mashun

denah simetris bangunan masjid raya medan terlihat jelas dari

sudut ini (foto :adie.blogspot.com)

keanggunan masjid ini meski dalam usianya yang sudah tak

lagi muda menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan

(foto :masjid-photograph.blogspot.com)

malam hari di Masjid Raya Al Mahsum Medan (foto :flickr)

gerbang, Masjid dan Menara (abukhaidir.wordpress.com)

suasana di dalam Masjid Raya Al Mahsum Medan

(foto :mesjidmesjid.blogspot.com)

Referensi

indotourandtravel.com - grand-mosque-al-mashun

mesjidmesjid.blogspot.com - Sejarah Masjid Raya Medan

republika.co.id - Saat Ramadhan, Al Qur'an Masjid Raya Medan Jadi Primadona

thearoengbinangproject.com - masjid-raya-al-mashun

-----------------------------------------------

Baca juga artikel masjid masjid di pulau Sumatera lainnya

ð Masjid Al Osmani Tertua di Kota Medan ÿ Masjid Lama Gang Bengkok Kota Medan ÿ Mesjid Nurul Iman kota Padang‎ ÿ Masjid Ganting Padang ÿ Gerakan 1000 Surau Minangkabau Paska Gempa 2009 ÿ Mesjid Nurul Iman kota Padang‎ ÿ Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ÿ Masjid Raya Batam ÿ Masjid Raya Natuna ÿ Masjid Sultan Riau, Pulau Penyengatÿ Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh (Bagian I) &(Bagian II) ÿ Masjid Jami' Indrapuri, Aceh ÿ Masjid Agung Al Falah Jambi, Masjid Seribu Tiangÿ Masjid Agung Sultan Palembang (Bagian I) &(Bagian II) ÿ Masjid Babussalam Gelumbang ÿ

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done