Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru) Istanbul - Islami Pedia
News Update
Loading...

Monday, August 10, 2020

Masjid Sultan Ahmed (Masjid Biru) Istanbul

Megah pada puncak bukit Istambul, telihat nyaris menurut segala penjuru kota. Masjid Sultan Ahmed atau Masjid Biru Istanbul adalah keliru satu dari peningggalan Emperium Islam Usmaniyah yang telah berumur 4 abad.

Emperium atau Kekaisaran Usmaniyah atau oleh bangsa Eropa diklaim dengan Kekaisaran Otoman, sejatinya merupakan Ke-Khalifahan Islam terahir yg pernah eksis selama 623 tahun, sejak pertama kali dibentuk Oleh Osman Bey tahun 1299 hingga kemudian dihapuskan oleh Mustafa Kemal Attaturk dalam tahun 1922 & lalu bekas sentra daerah kekuasannya berubah sebagai Republik Turki yg kini kita kenal, sentra pemerintahannya pun dipindahkan dari Ankara.

Sejarah Emperium Usmaniyah yang paling terkenal ke seantero global merupakan sejarah kejatuhan Konstantinopel yg merupakan sentra kekuasaan Emperium Byzantium Romawi Timur oleh pasukan Muhammad Al-Fatih dalam Hari Jum,at lepas 23 Maret 1453. Al-Fatih membarui nama Konstantinopel menjadi Istambul dan menjadikan kota itu menjadi ibukota Emperium Usmaniyah, selesainya sebelumnya berada di Edirne. Masa ini adalah awal perkembangan luar biasa menurut Emperium Usmaniyah.

Paska penaklukan tadi, Al-Fatih mengganti Gereja Ayasofia menjadi Masjid resmi atau masjid nasional Emperium Usmaniyah. Satu setengah abad selesainya itu, pada masa pemerintahan Sultan Ahmed I yg memerintah pada tahun 1603-1617 dibangun Masjid Nasional yang baru berhadapan dengan Masjid Hagia Shopia, yakni Masjid yang sekarang dikenal menggunakan nama Masjid Sultan Ahmed atau dikenal jua dengan nama Masjid Biru atau Blue Mosque.

The Blue Mosque / Sultan Ahmet Camii

Sultanahmet Mh., At Meydan? No:7, 34122 Fatih/?Stanbul, Turki

sultanahmetcamii.Org

90 212 458 44 68

Kini, Meski sudah berumur 4 abad, Masjid Sultan Ahmed ini masih terawatt baik & masih berfungsi sebagaimana mestinya sekaligus menjadi salah satu destinasi wisata andalan kota Istanbul. Seperti Tradisi masjid masjid bersejarah lain-nya di pekarangan masjid ini jua menjadi tempat dimakamkannya mendiang Sultan Ahmed I, yg membangun masjid ini.

Sejarah Masjid Sultan Ahmed

Masjid Sultan Ahmed atau Masjid Biru dibangun dalam tahun 1609 sampai menggunakan tahun 1616 pada masa Kekuasaan Sultan Ahmed 1. Pembangunnya merupakan Husna Bint Mayram dibawah supervisi langsung berdasarkan H?Nd?N V?Lida Sult?N?, putra menurut Sultan Ahmed I. Pembangunan masjid ini sempat menuai protes dari kalangan ulama ke-khalifahan karena dilaksanakan dalam waktu Ke-Khalifahan Usmaniyah baru mencapai perdamaian Zsitvatorok & menderita kekalahan dalam perang Persia, tetapi justru tujuan menurut Sultan Ahmed 1 membangun masjid ini adalah buat mengembalikan lagi marwah Kekhalifahan.

Sebelumnya Ke-Khalifahan Usmaniyah di Istanbul menggunakan Hagia Sophia sebagai masjid Nasional. Para pengikut Sultan harus bekerja keras membangun masjid ini menjadi pengganti kekalahan perang, ad interim Sultan Ahmed 1 harus menguras perbendaharaan Negara buat porto pembangunannya, mengingat perang terhadap Persia nir menaruh hasil yg gemilang.

Masjid Sultan Ahmed berdasarkan kejauhan salah satu sudut kota Istanbul

Lokasi pembangunan Masjid ini dipilih dalam lokasi Istana kekaisaran Byzantium, di depan Katedral Aya Sofia yg sudah dikonversi menjadi Masjid Agung Hagia Shopia Sejak Kemenangan Muhammad Al-Fatih menghancurkan Emperium Byzantium (Romawi Timur) dengan menaklukkan Kota Konstantinopel dalam Hari Jum,at tanggal 23 Maret 1453 & mendirikan ke-Khalifahan Usmaniyah kemudian mengganti nama Konstantinopel menjadi Istambul.

Lokasi ini memang adalah tempat yg memiliki arti simbolis yang teramat krusial, mengingat disini 150 tahun sebelumnya merupakan sentra Kekuasaan Byzantium (Romawi Timur), dipuncak bukit yang mendominasi pemandangan kota Istambul menurut arah selatan. Sebagian akbar sisi selatan masjid ini berdiri tepat di pondasi bekas Istana Byzantium tersebut berdekatan menggunakan gedung Hippodrome. Wajar bila Sultan Ahmed 1 bersikukuh membangun masjid ini buat menerangkan kekuasaan & membangkitkan lagi marwah Ke-Khalifahan.

Paralelisasi Sejarah

Pembangunan Masjid Sultan Ahmed ini dalam tahun 1609 sampai tahun 1616. Bila disejajarkan menggunakan sejarah Kesultanan pada Nusantara, dalam waktu di Istambul dilaksanakan pembangunan Masjid ini pada Nusantara saat yg sama sedang berkuasa Kesultanan Jayakarta (1527-1619). Menunjukkan bahwa masa kekuasaan Sultan Ahmed 1 di Emperium Usmaniyah (Turki) bersamaan menggunakan masa Kekuasaan Pangeran Jayakarta pada Kesultanan Jayakarta (Indonesia).

Masjid Sultan Ahmed dalam dasarnya terdiri dari satu bangunan utama & satu pelataran tertutup yg diintegrasikan menjadi satu.

Hanya saja tiga tahun selesainya Pembangunan Masjid Sultan Ahmed ini terselesaikan & dipakai menjadi Masjid Nasional bagi Emperium Usmaniyah, Masjid Agung Jayakarta justru tak bersisa pada bumi hanguskan oleh J.P. Coen sehabis berhasil menaklukkan Jayakarta dalam 12 Maret 1619, sedangkan Emperium Usmaniyah masih berkuasa hingga tiga abad selesainya itu. Dan Masjid Sultan Ahmed masih berfungsi hingga hari ini.

Ar sitektur Masjid Sultan Ahmed

Masjid Sultan Ahmed dirancang sang arsitek Sedefk?R Mehmed A?A (wafat tahun 1622) menggunakan enam menara lancip, ramping & menjulang, bangunan utamanya ditutup dengan 5 kubah utama, dan enam kubah sekunder. Rancangan ini disebut sebut menjadi titik kulminasi berdasarkan dua abad perkembangan masjid masjid Emperium Usmaniyah. Sangat kentara terdapat gugusan Antara rancangan berdasarkan bangunan Masjid Hagia Shopia yg berada disebelahnya.

Rancangan tersebut lalu dipadu menggunakan tradisi arsitektur Islam & menjadikannya sebagai Masjid Agung terahir yang di bangun dalam periode klasik. Arsitek Sedefk?R Mehmed A?A sahih berhasil mensintesa ide wangsit berdasarkan gurunya, Mimar Sinan (1450?-1588) yg dikenal menjadi arsitek termashur Emperium Usmaniyah, dengan rancangan masjid ukuran super besar, menakjubkan & bagus. Rancangan masjid Sultan Ahmed ini dan masjid masjid lainnya yg dibangun pada era Emperium Usmaniyah ini dikemudian hari menjadi galat satu acum rancang bangun Masjid pada semua global & kini dikenal sebagai gaya rancangan masjid Turki Usmani.

Serba biru. itu sebabnya disebut Blue Mosque atau masjid biru, merujuk kepada warna biru yang mendominasi langit langit senatero bagian dalam masjid tua ini.

Secara generik bangunan masjid Sultan Ahmen ini dibagi menjadi 2 bagian utama yakni bangunan primer masjid dan area pelataran tengah atau court yard yg dikelilingi menggunakan korodor menyatu menggunakan bangunan utama. Rancangan misalnya ini memang telah mentradisi sejak masa ke-khalifahan Islam sebelumnya, dimana hampir semua masjid berukuran besar didesain dengan pola yang sama. Pelataran tengah berupa plaza terbuka ini dipakai menjadi area sholat tambahan bagi jamaah yg tidak tertampung di pada bangunan primer.

Berdasarkan perhitungan matematika menggunakan mempertimbangan postur homogen rata orang Eropa, Masjid Sultan Ahmed ini dapat menampung sampai 10 ribu Jemaah sekaligus. Dengan berukuran ruang utamanya mencapai 73 x 65 meter. Ketinggian utamanya dalam sisi luar mencapai 43 meter dan garis tengah lingkarannya mencapai 23,5 meter. Sementara tinggi masing masing menara runcingnya itu mencapai 64 meter.

Interior Masjid Sultan Ahmed

Pada setiap tingkatan pada bagian pada masjid Sultan Ahmed ini sarat dengan jejeran lebih dari 20 ribu keeping keramik buatan tangan bergaya Iznik yg memang dibuat di Iznik (Nicaea Kuno) corak yg digunakannya berupa lebih menurut 50 corak bunga tulip yg tidak sinkron. Pada bagian bawah banyak memakai gaya tradisional pada rancangannya sedangkan pada permukaan rancangannya lebih flamboyan dengan kehadiran aneka corak bunga, buah & pepohonan hijau.

Seperti rancangan masjid tradisional di Indonesia, Masjid ini pula ditopang menggunakan empat tiang, hanya saja tiang tiang di masjid ini ukuran sangat akbar & terbuat menurut beton berlapis batu granit & ornamen keramik hias menurut Iznik bewarna biru.

Pembuatan masing masing keping keramik hias tersebut diawasi eksklusif oleh seseorang ahli Iznik, sedangkan harga masing masing kepingan keramik tersebut ditetapkan menggunakan dekrit dari Sultan Ahmed menggunakan harga yg permanen kendatipun pada kala itu harga masing masing kepingan keramik Iznik senantiasa semakin tinggi sepanjang waktu.

Interior bagian paling atas masjid ini pada dominasi menggunakan balutan rona biru, warna ini yang kemudian lengket dengan nama masjid ini sebagai Masjid Biru. Ada l ebih menurut 200 jendela kaca patri dengan rancangan yg relatif rumit memainkan cahaya alami mentari & kini dibantu dengan tambahan cahaya lampu gantung. Uniknya dalam lampu gantung ini terdapat cangkang telur burung onta buat mencegah keluarnya jaring keuntungan keuntungan pada pada masid ini. Lampu lampu gantung ini jua dilengkapi dengan bola bola Kristal, namun Pernik Pernik unik tadi kini telah disimpan di museum.

Dekorasi kaligrafi di masjid ini dibentuk oleh Seyyid Kasim Gubari, yg dikenal sebagai kaligrafer ternama dalam masa itu. Seluruh lantai pada masjid dilapis dengan karpet yg adalah sumbangan menurut Jemaah & secara terencana diganti dalam saat terdapat kerusakan. Banyaknya ventilasi ventilasi besar pada masjid ini mengesankan ruang yg lebih lega dari aslinya.Tingkap (kusen dan bingkai jendela) dalam bagian lantai bawah dihias dengan teknik Opus Sectile yakni ragam hias menggunakan merangkai rabat potongan aneka macam material pilihan kemudian dirangkai satu persatu membentuk pola eksklusif sebagaimana sebuah mozaik.

Mohrab & mimbar pada Masjid Sultan Ahmed, keduanya sama sama dibangun tinggi sekali.

Kubah utama Masjid Sultan Ahmed dilengkapi dengan 28 ventilasi (5 antara lain merupakan ventilasi tanpa kaca) sedangkan masing masing semi kubah nya dilengkapi dengan 14 Jendela & setiap Exedra (ruang ceruk yang terbentuk sang bangun semi kubah) dilengkapi dengan lima jendela). Kaca ventilasi berwarna warni pada masjid ini adalah hibah berdasarkan Signoria of Venice pada Sultan. Beberapa menurut jendela jendela rona warti itu kini telah mengalami penggantian.

Mihrab & Mimbar

Sesuai menggunakan ukuran masjidnya, ruangan dalam masjid ini didesain sebagai sebuah aula besar beratap sangat tinggi setara menggunakan gedung berlantai 4, Begitupun mihrab dan mimbarnya yang dibangun begitu tinggi. Bentuk mihrabnya berupa ceruk 1/2 bulat lalu dibingkai menggunakan bentuk menyerupai sebuah gapura besar dilengkapi dengan 2 bentuk pilar di kiri & kanan yang bagian atasnya dihias dengan ukiran bewarna emas. Bahan nya memakai batu pualam yang pada ukir & dipahat begitu halus, lalu diberikan aksen rona emas. Dibagian atas ceruk pada hias dengan sedikit Muqornas (ragam hias stalaktit) dan pada sisi Mihrab paling atas diletakkan 2 inskripsi kaligrafi.

Mimbar diletakkan disebelah kanan mihrab. Sebuah mimbar yang cukup tinggi dilengkapi dengan jejeran anak anak tangga dan sebuah bentuk seperti gapura di depannya. bagian atas mimbar diberikan atap runcing seperti halnya ujung Menara masjid ini. rancangan mimbar seperti ini bertujuan untuk menempatkan khatib pada posisi yang mudah dilihat oleh seluruh jamaah di dalam masjid dan memungkinkan suaranya terdengar hingga Jemaah terjauh dari mihrab.  dinding pada sisi kiblat masjid ini juga dilengkapi dengan begitu banyak jendela termasuk di sisi kiri, kanan dan atas mimbar dan mihrabnya.

Pelataran tengah tertutup pada Masjid Sultan Ahmed. Bangunan segi delapan ditengah tengah itu adalah pancuran air.

Masjid Sultan Ahmed dilengkapi menggunakan area sholat spesifik buat keluarga kerajaan, bila pada Indonesia area tadi dikenal menggunakan istilah Maksura yg masih ada pada berbagai masjid kesultanan pada Indonesia. Selain itu pada masjid ini pula dilengkapi menggunakan area khusus buat keluarga kerajaan berikut dengan ruangan buat mereka beristirahat. Masih di masjid ini pula terdapat ruangan loka tinggal Imam masjid.

Exterior Masjid Sultan Ahmed

Seperti disebutkan di bagian depan tulisan ini, masjid Sultan Ahmed terdiri dari bangunan primer masjid dan pelataran dengan masing masing berukuran luasnya hampir sama. Pelataran tengah ini dikelilingi sang koridor arcade berkesinambungan terhubung pribadi ke bangunan primer masjid. Disana juga ditempatkan loka berwudhu pada ke 2 sisinya. Dibagian tengah pelataran ini jua masih ada pancuran kecil berdenah heksagonal.

Sebuah gerbang dibangun menuju ke area pelataran masjid menggunakan rancangan arsitektur yg cukup memukau dilengkapi jua menggunakan semi kubah dan struktur muqarnas yang apik. Pada puncak gapura ini dilengkapi menggunakan satu kubah ukuran mini berdiri diatas tholobate (bentuk silindris seperti drum yang menopang kubah). Di komplek masjid ini jua masih ada bekas bangunan Sekolah Dasar (S?Byan Mektebi) yg sangat bersejarah & sekarang digunakan sebagai pusat informasi masjid. Pada sentra keterangan ini pengunjung sanggup menerima keterangan mengenai Masjid Biru dan informasi mengenai Islam secara umum dengan Cuma Cuma alias gratis.

Enam menara ?, Seharusnya adalah Menara Emas. Hanya saja yang sudah terlanjur berdiri adalah enam menara, bukan menara emas.

Satu hal menarik lainnya dari masjid ini merupakan adanya rantai besi yang digantungkan di pintu masuk menuju ke pelataran masjid menurut arah barat yg dulunya hanya dipakai spesifik sebagai akses untuk Khalifah (sekarang tebiasa dianggap dengan Sultan). Rantai tadi digantung relatif rencah sehingga setiap kali Sultan hendak masuk ke masjid, beliau harus menundukkan kepala supaya tidak tersangkut di rantai besi tersebut. Sengaja dibentuk demikian sebagai sebuah simbol menurut perilaku merendahkan diri & bahwa kekuasaan penguasa sama sekali tidak sebanding menggunakan kekuasaan Allah Subhanahuwata?Ala.

Enam Menara Atau Menara Emas ?

Masjid Sultan Ahmed ini merupakan galat satu berdasarkan dua Masjid pada Turki yang memiliki enam Menara, salah satunya lagi merupakan Masjid Sabanci pada kota Adana yg dibangun dalam era terbaru. Konon, menurut kisah ungkap, enam Menara pada masjid Sultan Ahmed ini dibangun karena Arsitek yang merancangnya galat mendengar perintah Sultan. Kala itu, pada Bahasa Turki Sultan memerintahkan dibangun ?Altin Minareler? Atau ?Menara emas? Tetapi yg terdengar sang arsiteknya justru ?Alti Minare? Yang berarti ?Enam Menara?.

Masalahnya merupakan pada ketika itu baru Masjidil Harom pada Mekah yg mempunyai Enam Menara dan sudah sebagai karakteristik khasnya sebagai masjid menggunakan Menara terbanyak. Karenanya lalu Sultan memerintahkan pembangunan satu menara lagi buat Masjidil Haram di Mekah, hingga jumlah Menara Masjidil Haram menjadi tujuh lebih banyak dari Menara pada masjid Sultan Ahmed sebagai akibatnya permanen berakibat Masjidil Haram menjadi masjid menggunakan Menara terbanyak.

Merendahlah dihadapan Allah. Siapapun yang akan lewat pintu ini harus menunduk bila tak ingin kepala terbentur rantai baja tersebut. sebuah simbol bahwa kekuasaan yang dimiliki manusia tak ada apa apa-nya dibandingkan kekuasaan Allah.

Menara Pinsil

Anda tahu bentuk pensil yg diraut, nah begitulah kira kira bentuk dasar Menara Menara masjid berdasarkan era Emperium Usmaniyah. Bentuknya selalu ramping, semampai & runcing. Masing masing Menara dilengkapi menggunakan 3 balkoni (pada Bahasa Turki dianggap (?Erefe) menggunakan penopangnya yang dibentuk seni muqornas (Stalaktit). Pada masanya, Menara ini benar benar berfungsi sebagai tempat Muazin mengumandangkan azan menurut balkoni teratas Menara.

Setiap kali menjelang ketika sholat datang, muazin akan naik ke Menara meniti tangga melingkar yang sempit pada pada Menara sampai ke balkoni puncak dan mengumandangkan azan disana sekeras kerasnya agar suaranya terdengar sejauh mungkin. Fungsi tersebut kini sudah digantikan menggunakan sistem pengeras bunyi elektronik dan jangkauan suara azan dari masjid ini pun sekarang terdengar hingga ke seantero tempat.

Lukisan paras Sultan Ahmed 1.

Azan magrib pada Masjid ini juga sebagai salah satu objek wisata menarik bagi para wisatawan asing disana sambil menyaksikan tenggelamnya surya di senja hari seiring menggunakan lantunan azan yang merdu, bebeberapa media bahkan menyebutkan beberapa wisatawan asing yang pernah menikmati momen tersebut kemudian bahkan tersentuh buat memeluk Islam.

Kunjungan Paus Benedict us XVI ke Masjid Sultan Ahmed

Paus Benedictus XVI selaku pemimpin ummat Katholik sedunia, pernah berkunjung ke Masjid Sultan Ahmed pada tanggal 30 November 2006 dalam rangkaian kunjungan beliau ke Turki. Ditemani oleh Mufti dan Imam Masjid Sultan Ahmed, Paus Benedictuts XVI melepaskan sepatunya, masuk ke masjid menuju ke depan mihrab kemudian berdiam diri disana sambil memejamkan mata sekitar dua menit. Kunjungan tersebut memiliki sejarah tersendiri bagi Masjid Sultan Ahmed dan Turki, mengingat bahwa kunjungan tersebut baru merupakan kunjungan kedua kalinya dari Orang Nomor Satu di Vatikan ke tempat ibadah ummat Islam sepanjang sejarah.***

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done