Masjid Jakarta Islamic Center (JIC) - Islami Pedia
News Update
Loading...

Sunday, August 9, 2020

Masjid Jakarta Islamic Center (JIC)

Aerial View Masjid Jakarta Islamic Center

Dari Lokasi Prostitusi Menjadi Pusat Pengkajian Islam

Sulit membayangkan bahwa huma loka masjid ini berdiri dulunya adalah bekas lahan prostitusi atau lokalisasi Karamat Tunggak di daerah Jakarta Utara. Tapi begitulah faktanya. Situs resmi masjid ini menyebut kehadiran Jakarta Islamic Centre (JIC) yg merubah tanah hitam sebagai tanah putih, "min al-dzulumaat ila an-nuur", diperlukan sanggup menampilkan citra baru yg memancarkan nilai-nilai keimanan & ketakwaan yg menyejukkan nurani.

Pusat Pengkajian & Pengembangan Islam Jakarta atau yg lebih dikenal dengan Islamic Center Jakarta atau Jakarta Islamic Centre (JIC), merupakan organisasi Non Struktural pada bawah Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta. Dibangun para era kepemimpinan Gubernur Sutiyoso. Rancangannya ditangani sang Prof. Muhammad Nu?Man yang terkenal menggunakan mahakarya arsitekturnya, beberapa diantara-nya adalah Masjid Amir Hamzah pada Taman Ismail Marzuki, Masjid at-Tin Jakarta, Masjid Indonesia atau Masjid Soeharto di Bosnia dan Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan.

Masjid Jakarta Islamic Center (JIC)

Jl, Kramat Jaya, Kelurahan Tugu Utara

Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara

Provinsi DKI Jakarta

Situs resmi : http://www.islamic-center.or.id/

Mengubah Tanah Hitam Menjadi Putih

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) yang berdiri megah saat ini sebelumnya adalah Lokasi Resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak dengan nama resmi Panti Sosial Karya Wanita (PKSW) Teratai Harapan Kramat Tunggak, bahasa sederhana-nya adalah Pusat Lokalisasi para WTS atau PSK, yang terletak di jalan Kramat Jaya RW 019, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Kotamadya Jakarta Utara, menempati lahan seluas 109.435 m2 terdiri dari sembilan Rukun Tetangga (RT).

Lokres Kramtung tidak saja terkenal di Indonesia, namun pula populer sampai ke Asia Tenggara menjadi pusat jajan terbesar bagi para pria hidung belang, yg dalam ahirnya mengakibatkan begitu poly masalah sosial seiring dengan perkembangannya yg luar biasa, sanggup dibayangkan jika pada ketika dibuka tahun 1972, pada loka ini masih ada 300 orang WTS menggunakan 76 orang germo dan menjelang ditutupnya Lokres tersebut di tahun 1999, jumlahnya telah membengkak 1.615 orang WTS dan 258 orang germo. Mereka tinggal di 277 unit bangunan yang mempunyai 3.546 kamar.

Selain kasus sosial yang ditimbulkannya Lokres ini menciderai citra Jakarta yg tidak mampu dipisahkan dari sejarahnya menjadi sebuah kultur Betawi yang sangat identik sebagai komunitas Islam yg terbuka, bersemangat multikultur, toleran & sangat mencintai Islam menjadi bukti diri primer kebudayaan mereka. Kondisi ini menyebabkan friksi tidak henti-hentinya berdasarkan ulama dan masyarakat agar komplek tersebut segera ditutup. Merespon hal tadi Dinas Sosial beserta Universitas Indonesia melakukan penelitian di tahun 1997 & merekomendasikan penutupan komplek pelacuran tadi.

Interior Islamic Center Jakarta

Pada tahun 1998 dimuntahkan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 495/1998 tentang penutupan panti sosial tadi selambat-lambatnya akhir Desember 1999. Pada 31 Desember 1999, Lokres Kramat Tunggak secara resmi ditutup melalui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 6485/1998. Selanjutnya Pemda Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan eks lokres Kramat Tunggak.

Setelah dibebaskan banyak muncul gagasan terhadap lokasi bekas Kramat Tunggak tersebut, ada yg mengusulkan pembangunan pusat perdagangan (mall), perkantoran & lain sebagainya. Namun Gubernur H. Sutiyoso justru menggaungkan inspirasi membentuk Islamic Centre dilokasi tersebut. Sebuah ide yang brilian yg menyatukan kelompok-gerombolan lain yg awalnya berbeda-beda.

Pada tahun 2001 Gubernur Sutiyoso mengadakan Forum Curah Gagasan menggunakan semua elemen masyarakat buat mengetahui sejauhmana dukungan warga . Gagasan buat membentuk Jakarta Islamic Centre (JIC) dikemukakan Gubernur Sutiyoso pada Prof. Azzumardi Azra (Rektor UIN Syarif Hidayatullah) pada New York pada sela-sela kunjungannya ke PBB dalam lepas 11-18 April 2001 & menerima respon yang sangat positif.

Ekterior Masjid Jakarta Islamic Center. Ada kemiripan yang relatif kuat antara foto kiri atas & foto kanan bawah dengan Masjid Agung At-Tin pada Jakarta Timur.

Master plan pembangunan JIC dirumuskan pada tahun 2002 sehabis konsultasi terus menerus antara masyarakat, ulama, praktisi lokal maupun regional sampai international. Di tahun yang sama dilakukan studi banding ke Islamic Centre pada Mesir, Iran, Inggris & Perancis lalu dilanjutkan dengan perumusan Organisasi & Manajemen JIC.

Masjid Jakarta Islamic Center diresmikan pada lepas 4 Maret 2003 Luas bangunan masjidnya mencapai 2200 meter di atas lahan tanah seluas 109,435 m2 & sanggup menampung hingga 20.680 jemaah sekaligus. Pembentukan Organisasi & Tata Kerja Badan Pengelola Pusat Pengkajian & Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre) ditetapkan tahun 2003 melalui SK Gubernur KDKI No. 99/2003. Kemudian dilalkukan penetapan Badan Pengelola Pusat Pengkajian & Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamci Centre) melaui SK Gubernur KDKI Jakarta No. 651/2004 dalam bulan April 2004.

Tetapi selanjutnya, kehadiran JIC nir sekedar hanya merubah tanah hitam sebagai putih, atau hanya sebuah masjid saja, melainkan lebih berdasarkan itu JIC diperlukan sebagai keliru satu simpul sentra peradaban Islam pada Indonesia dan Asia Tenggara yang menjadi simbol kebangkitan Islam di Asia & Dunia. Ciri peradaban yg dimaksud adalah menggunakan adanya kelengkapan fasilitasi fungsi-fungsi kemakmuran masjid yang terdiri menurut fungsi peribadatan, fungsi kediklatan dan fungsi pedagangan/usaha.

Interior Masjid Jakarta Islamic Center. Lega dan lapang tanpa tiang tiang penyanggah di tengah tengah ruangan masjid, serta unik dengan ornamen lampu gantung berbentuk ornamen spesial Betawi menjadi penghias ruangan.

Arsitektural Masjid Jakarta Islamic Center (JIC)

Sebagai sebuah Islamic Center, pada dalam komplek JIC ini nir hanya terdapat bangunan Masjid dengan ukuran sangat besar tetapi jua dilengkapi dengan fasilitas fasilitas pendukung termasuk komplek gedung perkantoran, aula dan perpustakaan dan fasilitas pendukung lainnya. Kesan megah & terbaru sangat terasa pada komplek Islamic Center terbesar Indonesia ini. Sejauh ini JIC jua eksis pada dunia maya melalui situs yang mereka kelola.

Gaya Usmaniyah Turki sangat kental dalam bangunan masjid ini, baik pada gaya juga ukurannya, kesan tadi sangat terasa saat memandang masjid ini menurut kejauhan. Masjid masjid menurut era Usmaniyah terkenal menggunakan ukurannya yang gigantik alias tinggi akbar, kubah besar dan menara tinggi yg ramping & lancip, ditambah dengan area pelataran (court yard) yang memang sudah mentradisi sebelum masa Emperium Usmaniyah. Masjid JIC ini seolah menghadirkan Masjid Usmaniyah (Turki) di Ibukota Negara Indonesia dengan rasa Nusantara

Perbedaan paling menyolok Antara masjid ini dengan masjid Klasik Usmaniyah terlihat kentara di ruang primer masjid yang sama sekali nir masih ada tiang penyanggah, yg justru menjadi salah satu karakteristik spesial Masjid Usmaniyah. Dalam skala yg lebih mini , Penggunaan contoh atap masjid misalnya atap masjd JIC ini bisa anda temukan pada Masjid Agung Kota Cimahi, Jawa Barat.

Dari kejauhan tampak menggunakan utuh kemegahan masjid ini beserta sebatang menaranya yang menjulang.

Ruangan masjid tanpa tiang misalnya ini telah lama dijadikan baku sang Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YAMP) bagi 1000 masjid yang telah mereka bangun baik pada pada maupun pada luar negeri. Rancangan misalnya ini menghadirkan perbedaan makna lebih luas di pada masjid yg pada Masjid Usmaniyah disiasati dengan pembuatan ventilasi jendela kaca ukuran akbar pada jumah poly.

Sebagai pengganti ?Kekosongan? Elemen? Tiang penyanggah ini dihadirkan elemen elemen dekoratif spesial tradisi Betawi pada langit langit bangunan yg plong tanpa plafon ditambah menggunakan dominasi rona biru diseluruh langit langit menghadirkan perbedaan makna langit tanpa awan ke dalam masjid ini. Pada kubah akbar masjid ini dilengkapi dengan ?Jendela jendea? Transfaran menciptakan pola menara menara mini disekeliling diameter kubah terlihat latif di siang hari waktu cahaya mentari menerebos masuk ke dalam masjid melalui ventilasi ventilasi tersebut.

Rancangan atap masjid ini memang tampak relatif rumit, sederhananya adalah berupa tumpukan tumpukan atap menyiratkan atap tradisional masjid masjid orisinil Indonesia. Pada setiap tingkatan atap masih ada sisi vertical & ditempatkan beberapa ventilasi kaca berukuran akbar menghadirkan penerangan gratis ke pada masjid dari cahaya surya disiang hari sekaligus memberikan imbas fantastis pada dalam masjid.

Untuk menghindari kesan sumpek dan pengap, dinding bagian pada masjid ini dibalut menggunakan warna cerah, kontras menggunakan rona langit langitnya yang lebih gelap, & area mezanin (lantai dua) nya dibangun tanpa menutupi area sholat primer. Rancangan seperti ini tentu saja pula akan anda temukan pada Masjid Agug At-Tin pada kawasan TMII, Jakarta Timur, lantaran memang dirancang oleh arsitek yg sama.

Bangunan bergaya Usmaniyah dengan cita rasa Indonesia.

Mihrab di dalam masjid ini di dominasi oleh Mimbar khatib yang relatif besar . Khatib akan menyampaikan khutbahnya pada mimbar yg ditempatkan cukup tinggi hingga bisa telihat sang Jemaah paling belakang. Posisi imam saat memimpin sholat nir pada pada mihrab akan tetapi beberapa meter di depan mihrab. Satu butir beduk yg jua ukuran akbar ditempatkan di dalam masjid ini di sudut kanan depan. Kehadiran beduk ini tentu saja menghadirkan nuansa yang sangat Indonesia.

Ruang sholat primer masjid ini berada di lantai dua, ada tangga akbar menuju ke lantai 2 yg mengarah pribadi ke pelataran masjid. Selain tangga masjid ini pula dilengkapi menggunakan perangkat eskalator. Lantai dasar masjid dipakai sebagai area pendukung & tempat kerja serta area tempat wudhu dan lainnya. Selain pada lantai dasar, loka wudhu juga tersedia di area pelataran yg dibangun relatif unik. Hal yang sama jua akan anda temui pada kebanyakan masjid masjid Usmaniyah.

Pelataran masjid ini relatif luas dikelilingi rangkaian koridor tak terputus. Seluruh bagian atas pelataran telah diberikan garis shaf tetap buat memudahkan Jemaah yg sholat pada luar masjid memilih garis shaf mereka. Sebatang menara ramping menjulang tinggi dibangun tepisah relatif jauh dari bangunan utama masjid.

Bangunan menara berdenah segi empat nir misalnya menara masjid Usmani yang bulat. Melihat menara ini mengesankan sebagai menara masjid Agung Demak dalam bentuk lebih akbar & terbaru. Ujung menara dilengkapi menggunakan kubah lonjong berwarna senada menggunakan kubah utama, pada atas kubah terdapat ornamen tusuk sate dengan 5 bentuk bola menyimbolkan lima rukun Islam & pada ujungnya ditempatkan simbol bulan sabit berbentuk simetris ke atas.

Masjid Masjid rancangan Prof. Muhammad Nu?Man mempunyai benang merah yg sangat kuat terhadap rancangan masjid masjid berdasarkan era ke-khalifahan Islam (Emperium) Usmaniyah yg berpusat di Istanbul, Turki. Namun sudah barang tentu dibangun dengan teknik terkini dan pada oplos dengan tradisi Islam Indonesia.

Bila Emperium Usmaniyah (Turki) memiliki arsitek ternama Mimar Sinan yang begitu melegenda, hingga hingga pemerintah Turki menciptakan sebuah masjid megah buat menghormatinya. Saya pribadi menjadi orang awam arsitektur menganggap Prof. Muhammad Nu?Man dengan karya karyanya yang sangat Usmaniyah, menjadi Mimar Sinan-nya Indonesia.*** (menurut aneka macam asal, data diolah).

Referensi

suarajakarta.com - Jakarta Islamic Centre : Gelapnya Hilang Menjadi Terang

insistnet.com - Ir. Achmad Noe'man: Sang Arsitek Pejuang

situs resmi JIC – http://islamic-center.or.id

jakarta.go.id - Jakarta Islamic Centre

dakwatuna.com - Kramat Tunggak, Dari Surga Prostitusi Menjadi Pusat Kegiatan Islam

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done