Updated : 12 Juni 2016
![]() |
Bangunan Awal Masjid Jami' As-Salafiyah, Jatinegara Kaum, Jakarta Timur merupakan bangunan paling depan tempat mihrab dan mimbar berada. |
Masjid Jami’ Assalafiyah atau juga dikenal sebagai Masjid Pangeran Jayakarta di kawasan Jatinegara Kaum, Klender, Jakarta Timur ini, tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan Pangeran Jayakarta, penguasa terahir Jayakarta sebelum kekalahannya menghadapi serbuan pasukan VOC (Belanda) dibawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen pada tanggal 30 Mei 1619. Kekalahan pasukan Pangeran Jayakarta dalam perang melawan VOC itu berakibat pada dibumihanguskannya Jayakarta oleh pasukan VOC termasuk keraton dan Masjid Kesultanan Jayakarta yang berdiri megah di sekitar kawasan yang kini dikenal sebagai Hotel Omni Batavia.
Belanda menganggap Pangeran Jayakarta tewas di dalam sebuah sumur di kawasan Mangga Dua, Jakarta, namun nyatanya yang diberondong peluru oleh pasukan Belanda di dalam sumur tersebut tak lebih dari selembar jubah dan sorban Pangeran Jayakarta yang sengaja dilemparnya ke dalam sumur tersebut untuk mengelabui pasukan Belanda, sedangkan beliau bersama para pengikutnya berhasil melarikan diri ke wilayah yang kini dikenal sebagai Jatinegara Kaum, membuka daerah baru serta mendirikan masjid yang kini dikenal dengan nama Masjid Jami’ Assalafiyah. Bahkan putra beliau yang bernama Pangeran Senapati diperintahkan untuk pergi sejauh mungkin dari Jayakarta untuk menghindari kejaran Belanda sekaligus menyebarkan ajaran Islam ke luar Jayakarta, pada ahirnya menetap di wilayah Cibarusah kabupaten Bekasi dan mendirikan Sebuah masjid yang dikemudian hari menjadi pusat perjuangan pasukan Hisbullah melawan penjajahan Belanda di wilayah Bekasi, masjid tersebut kini bernama Masjid Al-Mujahidin Cibarusah [i].
Lokasi Masjid Jami’ Assalafiyah
Masjid Jami’ Assalafiyah
Jl Jatinegara Kaum Raya No 208
Klender, Jakarta Timur
GPS: -6.202099,106.901184
Akses angkutan umum menuju ke Masjid As-Salafiyah. Terminal Pulogadung atau Pasar Klender adalah terminal yang terdekat dengan masjid. Dari Senen ada Metro Mini T-47, dari Kampung Rambutan ada Patas 98, dari Rawamangun ada Angkot T-26, dan dari Kampung Melayu ada Kopaja T-501.
Sejarah Masjid Jami’ Assalafiyah dan Sejarah Jakarta
Jayakarta 22 Juni 1527 - 12 Maret 1619
Sejarah kota Jakarta dimulai pada tanggal 22 Juni 1527, di awali dengan kemenangan Fatahillah yang memimpin pasukan gabungan Demak dan Cirebon dibantu oleh pasukan Banten mengalahkan dan mengusir Portugis yang bersekutu dengan Padjajaran dari Sunda Kelapa. Fatahillah merupakan panglima pasukan Demak di masa pemerintahan Sultan Trenggono. Sultan Trenggono memerintahkan beliau untuk menggabungkan pasukkannya dengan pasukan dari Kesultanan Cirebon dibawah pemerintahan Syarif Hidayatullah [Sunan Gunung Jati]. Kemenangan Fatahillah atas Portugis di Sunda Kelapa yang kemudian setiap tahun diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta itu mengukuhkan kekuasaan Sunan Gunung Jati dan Islam atas Prabu Siliwangi dan Padjajaran, terlebih dengan juga lepasnya wilayah Banten dari kekuasaan Padjadjaran.
Disaat yang hampir bersamaan Pangeran Sabakingking, putra Sunan Gunung Jati dari istri keduanya Nyi Ratu Kawungaten yang juga putri mendiang adipati Banten, dinobatkan sebagai Sultan Pertama bagi Kesultanan Banten dengan gelar Sultan Maulana Hasanudin. Penobatan Sultan Maulana Hasanudin ini menandai berahirnya hegemoni Padjadjaran atas wilayah Banten sekaligus meneruskan kekuasaan kakeknya sebagai penguasa Banten[ii].
|
Nisan Makam Pangeran Jayakarta dengan nama Achmad Djaketra |
|
Di dalam Masjid Jami' As-Salafiyah. Bagian ini merupakan bagian paling tua dari masjid ini. |
Berdirinya Masjid Jami’ Assalafiyah
Meski terusir dari Jakarta, Pangeran Jayakarta belum menyerah. Ajakan Belanda untuk berdamai selalu ia tolak. Pangeran Jayakarta bahkan terus melancarkan perlawanan. Dalam sebuah pertempuran yang terjadi di daerah Mangga Dua, ia kehilangan Syekh Badar Alwi Alidrus, panglima perangnya yang tertangkap dan dikuliti anak buah JP Coen.
|
Prasasti di gerbang depan masjid |
Dalam pelariannya dari kejaran Belanda, Pangeran Jayakarta tiba di hutan disebelah tenggara Batavia dan membangun basis pertahanan baru di kawasan hutan jati sepanjang kali sunter. Diperkirakan pada triwulan ke tiga tahun 1619 M basis baru tersebut diresmikan dan diberi nama Jatinegara, yang mempunyai arti : Jati = Sejati dan Negara = Pemerintahan. Jadi berarti Pemerintahan yang sejati. Setahun kemudian tepatnya tahun 1620 M beliau mendirikan masjid dengan tiang empat yang merupakan soko guru dan diberi nama Masjid Jami’ Assalafiyah yang bermakna tertua.
![]() |
Sumur bekas Pangeran Jayakarta membuang jubah & sorbannya di kawasan mangga dua kini masih ramai dikunjungi peziarah (fotoz-leppelin) |
Konon selama dalam pelarian tersebut Pangeran Jayakarta memerintahkan putranya, Pangeran Senapati, menyelamatkan diri dari kepungan Belanda di bulan April-Mei 1619M sekaligus membangun pertahanan di kawasan pesisir dan pedalaman serta menyebarkan syiar Islam. Pangeran Senapati bersama pasukannya menyusuri pantai utara Jawa, melewati daerah Cabang Bungin, Batujaya, Pebayuran, Rengas Bandung, Lemah Abang, Pasir Konci hingga sampai di sebuah kawasan hutan jati.
Kemudian Pangeran Senopati berhenti bersama pasukan dan keluarga yang masih menyertainya. Babat alas dimulai untuk membangun pemukiman baru yang dikemudian hari dikenal dengan nama Cibarusah, lalu mendirikan sebuah masjid disana, Masjid Al-Mujahidin Cibarusah yang pada awalnya dibangun oleh Pangeran Senapati, putra dari Pangeran Jayakarta masih berdiri kokoh di Cibarusah, kabupaten Bekasi, hingga kini.
![]() |
Status tanah masjid Jami’ Assalafiyah sudah disyahkan sebagai tanah wakaf dari pangeran Jayakarta (foto :damnah) |
Tahun 1700 Pangeran Sugeri, putera Sultan Fatah dari Banten, memugar masjid ini. Sebelumnya bersama-sama dengan Pangeran Jayakarta, Sugeri dan Fatah yang terbuang dari Kesultanan Banten ini –karena Sultan Haji saudara Sultan Fatah melakukan kup dibantu Belanda–, berjuang melawan Pemerintah Hindia Belanda di Batavia. Pangeran Jayakarta dan Pangeran Sugeri kemudian dimakamkan di komplek masjid bertiang penyangga jati ini.
|
Bangunan lama masjid dilihat dari bangunan baru yang dibangun di bekas area parkir. |
Komplek pemakaman ini baru dibuka untuk umum pada tanggal 23 Juni 1956, setelah sekian lama dirahasiakan. Selama waktu tersebut masyarakat umum menganggap bekas sumur tua yang di urug Belanda di kawasan mangga dua sebagai makam Pangeran Jayakarta. Kini bekas sumur tua itu masih dikeramatkan oleh warga. Di atas makam di sebelah kanan, dulu ada pohon "Deroak" besar. Pada bulan Agustus 1964, pohon tersebut ditebang untuk mendirikan bangunan bagi peziarah. Pembangunannya dibiayai oleh Departemen Agama RI bulan Juli 1964. Makamnya sendiri kemudian dipugar menjadi Taman Pangeran Jayakarta yang dibiayai oleh Gubernur Ali Sadikin [vi].
Klik untuk menikmati video masjid dan makam Pangeran Jayakarta di republika online
Foto Foto Masjid Jami As-Salafiyah
Tanda dari Gubernur - Ali Sadikin
Referensi
[i] Bujangmasjid.blogspot.com – Masjid Al-Mujahidin Cibarusah, Pangkal Perjuangan Laskar Hizbullah
[ii] Hasan Basyari, Sekitar Komplek Makam Sunan Gunung Jati dan Sekilas Riwayatnya, Zulfana Cirebon, 1989.
[iii] Tubagusratu.wordpress.com – sejarah jalan tubagus angke
[iv] Id.wikipedia – pangeran jayakarta
[v] kompas.com - sejarah.jakarta.periode.fatahillah.hilang
[vi] Jakarta.co.id – jayakarta pangeran
--------------------------------ooOOOoo--------------------------------
Baca Juga Artikel Masjid Masjid Jakarta Lain-nya
Masjid Langgar Tinggi Pekojan - Jakarta
Masjid Jami’ Al Atiq, Kampung Melayu – Jakarta Selatan
Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke - Jakarta
Masjid Jami’ Al-Riyadh Kwitang, Jakarta
Masjid Al-Ma’mur Tanah Abang, Jakarta
Masjid Jami’ Al-Makmur Sawah Lio, Jakarta
Masjid Jami Cikini Al-Ma’mur - Jakarta
Masjid Jami’ Annawier, Pekojan
Masjid Hidayatullah – Setiabudi, Jakarta
Masjid Luar Batang, Penjaringan, Jakarta