Mesjid Sendang Dhuwur, Lamongan, Jawa Timur - Islami Pedia
News Update
Loading...

Friday, August 21, 2020

Mesjid Sendang Dhuwur, Lamongan, Jawa Timur

Masjid Sendang Duwur dengan latar depan komplek makam Sendang Duwur

Mesjid Sendang Dhuwur, merupakan mesjid tertua pada Lamongan. Mesjid tersebut adalah bukti kebesaran usaha Sunan Sendang Dhuwur di Lamongan & Tuban. Meski berusia 477 tahun, bangunannya masih berdiri kokoh & menjadi bukti sejarah Islam yg tidak lekang dimakan saat. Bangunan masid Sendang Dhuwur sempat mengalami perbaikan dalam tahun 1920. Tetapi, arsitektur aslinya masih tampak & menggambarkan kebesaran dalam zamannya. Beberapa peninggalan sejarah masih tersisa seperti mimbar, beduk kulit, dan gentong tempat air minum.

Sejarah berdirinya masjid ini kondisi menggunakan cerita yang luar biasa. Masyarakat setempat konfiden bahwa masjid ini dibangun dalam waktu satu malam. Disebutkan bahwa Sunan Sendang Dhuwur memindahkan masjid ini dari Mantingan pada Jepara ? Jawa Tengah ke Lokasi yang sekarang, dalam saat satu malam. Itu sebabnya masjid ini pula diklaim menjadi masjid Tiban. Kini, Mesjid Sendang Dhuwur menjadi satu di antara 3 mesjid peninggalan wali yang masih terawat menggunakan baik. Dua di antaranya yakni Mesjid Sunan Ampel dan Sunan Giri.

Lokasi Masjid Sunan Sendang Dhuwur

Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran

Kabupaten Lamongan, Jawa Timur

Sunan Sendang Duwur

Sunan Sendang Duwur bernama asli Raden Noer Rahmad adalah putra berdasarkan Abdul Kohar Bin Malik Bin Sultan Abu Yazid yg asal berdasarkan Baghdad (lrak). Raden Nur Rahmad lahir dalam tahun 1320 M dan wafat pada tahun 1585 M. Bukti ini bisa ditinjau pada pahatan yang terdapat di dinding makam dia. Beliau merupakan tokoh kharismatik yang pengaruhnya bisa disejajarkan menggunakan Wali Songo pada waktu itu.

Ada yg mengungkapkan Sunan Sendang Duwur sebagai putra Abdul Qohar menurut Sedayu (Gresik), keliru satu anak didik Sunan Drajad. Ada jua yang menyebut Sunan Sendang Duwur adalah putra Abdul Qohar tapi nir berguru dalam Sunan Drajad. Namun dari perbedaan itu, disepakati bahwa Raden Noer Rochmat akhirnya diwisuda Sunan Drajad sebagai Sunan Sendang Duwur.

Sejarah Masjid Sunan Sendang Dhuwur

Setelah mendapat gelar sunan, Raden Noer berharap sanggup mendirikan masjid di Desa Sendang Duwur. Lantaran tidak mempunyai kayu, Sunan Drajad membicarakan masalah ini kepada Sunan Kalijogo yang mengarahkannya pada Ratu Kalinyamat atau Retno Kencono di Mantingan, Jepara, yang ketika itu memiliki masjid.

Interior Masjid Sendang Duwur

Ratu Kalinyamat adalah putri Sultan Trenggono dari Kraton Demak Bintoro. Suaminya bernama Raden Thoyib (Sultan Hadlirin Soho) cucu Raden Muchayat, Syech Sultan dari Aceh. Saat diangkat menjadi bupati di Jepara, R. Thoyib tidak lupa bersyiar agama Islam. Sehingga dibangun masjid megah di daerahnya dalam 1531 Masehi. Banyak ulama & kiai saat itu kagum terhadap keindahan dan kemegahan masjid tersebut.

Setelah itu Sunan Drajat memerintahkan Sunan Sendang Duwur pulang ke Jepara buat menanyakan masjid tadi. Tapi apa istilah Mbok Rondo Mantingan waktu itu? Hai anak rupawan, mengertilah, aku nir akan menjual masjid ini. Tapi suamiku (waktu itu telah tewas, Red) berpesan, siapa saja yang sanggup memboyong masjid ini seketika dalam keadaan utuh tanpa bantuan orang lain (dalam satu malam), masjid ini akan aku berikan secara cuma-cuma.

Mendengar jawaban Mbok Rondo Mantingan, Sunan Sendang Duwur yg masih belia saat itu merasa tertantang. Sebagaimana yang diisyaratkan padanya & tentunya dengan izin Allah, pada waktu tidak lebih dari satu malam masjid tersebut berhasil diboyong ke bukit Amitunon, Desa Sendang Duwur. Masjid Sendang Duwur pun berdiri pada sana, ditandai mentari sengkala yg berbunyi: "gunaning seliro tirti hayu" yang berarti menunjukkan angka tahun baru 1483 Saka atau Tahun 1561 Masehi.

Tapi cerita lain menuturkan, masjid tadi dibawa rombongan (yg diperintah Sunan Drajad & Sunan Sendang Duwur) melalui bahari berdasarkan Mantingan menuju timur (Lamongan) pada satu malam. Rombongan itu diminta mendarat pada pantai penuh bebatuan seperti kodok (Tanjung Kodok) yg terletak pada sebelah utara bukit Amitunon pada Sendang Duwur.

Akulturasi budaya pada komplek masjid dan makam Sendang Duwur

Tradisi Kupatan pada Tanjung Kodok Lamongan

Rombongan menurut Mantingan itu disambut Sunan Drajat & Sunan Sendang Duwur bersama pengikutnya. Sebelum meneruskan bepergian membawa masjid ke bukit Amitunon, rombongan itu diminta istirahat karena lelah sesudah menunaikan tugas berat. Saat istirahat, sunan menjamu rombongan dari Mantingan itu menggunakan kupat atau ketupat & lepet serta legen, minuman spesial daerah setempat. Berawal menurut sini, sebagai akibatnya setiap tahun pada Tanjung Kodok (sekarang Wisata Bahari Lamongan) digelar upacara kupatan.

Masjid itu sekarang sudah berusia 477 tahun (didirikan R. Thoyib di Mantingan dalam 1531). Karena usianya yang tua, beberapa konstruksi kayunya terpaksa diganti dan yang orisinil tetap disimpan di lokasi makam, di sekitar masjid. Maski masjid antik itu sempat dipugar, arsitektur masjid peninggalan wali ini masih tampak & mendeskripsikan kebesaran pada zamannya.

Ajaran Sunan Sendang Dhuwur

Dari masjid inilah Sunan Sendang Duwur terus melakukan syiar agama Islam. Salah satu ajaran yg masih relevan pada zaman kini merupakan : "mlakuho dalan kang sahih, ilingo wong kang sak burimudanquot; (berjalanlah pada jalan yg sahih, & ingatlah pada orang yg terdapat di belakangmu. Ajaran sunan ini menghimbau dalam seseorang supaya berjalan pada jalan yg benar & jikalau telah menerima kenikmatan, jangan lupa sedekah.

Meski berada pada ketinggian, masjid & komplek makam ini bisa di capai dengan tunggangan bermotor.

Hubungan Sunan Drajad menggunakan Sunan Sendang Duwur sangat erat dalam siar kepercayaan Islam, & interaksi itu terus mengalir hingga kini . Terlihat, nir jarang para peziarah ke makam Sunan Drajad di Desa Drajad, Kec. Paciran untuk singgah ke Sunan Sendang Duwur.

Bangunan yang menunjukkan Hinduistis masih tampak di masjid & makam. Meski halaman dan makam menyatu, masjid ini memiliki page sendiri-sendiri. Dari arah jalan, yang tampak lebih dulu merupakan kompleks pecandian. Sedangkan gapura page berbentuk mirip Candi Bentar di Bali. Bentuk candi misalnya ini telah dikenal semenjak zaman Majapahit, misalnya Gapura Jati Pasar dan Waringin Lawang.

Bangunan Makam Sunan Sendang Duwur yg dikeramatkan sang penduduk lebih kurang tadi berarsitektur tinggi yang mendeskripsikan gugusan antara kebudayaan Islam dan Hindu. Bangunan gapura bagian luar berbentuk Tugu Bentar & gapura bagian pada berbentuk Paduraksa. Sedangkan dinding penyangga cungkup makam dihiasi gesekan kayu jati yg bernilai seni tinggi & sangat indah. Dua buah batu hitam berbentuk kepala Kala menghiasi kedua sisi dinding penyangga cungkup.

Makam Sunan Sendang Duwur yg letaknya di atas bukit itu, namun bisa dijangkau oleh kendaraan generik ataupun langsung. Sarana jalan yg telah baik dan memadai memudahkan para pengunjung yg ingin kesana buat berwisata ziarah.***

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done