Masjid Agung Djenne, Republik Mali - Islami Pedia
News Update
Loading...

Thursday, July 23, 2020

Masjid Agung Djenne, Republik Mali

Masjid menurut lumpur pada Djene, Republik Mali, ini begitu populer karena memang dibangun dengan bahan bangunan yang tidak biasa, dan bentuk bangunannya yang sangat unik. Masjid yang berada di tengah pemukiman rakyat Djene ini sehari hari pada depannya selalu ramai lantaran adalah pasar tradisional warga muslim setempat.

Djenne, Kota kecil di negara Mali, memiliki sejarah yg panjang menjadi salah satu peradaban Islam pertama pada Afrika Barat. Kota yang telah diresmikan sang UNESCO menjadi warisan global bersama masjid tua nya itu kini masih menjadi tujuan para pelancong menurut mancanegara yg tiba buat sekedar mengagumi keindahannya atau untuk beribadah disana. Masjid Agung Djenne merupakan bangunan menggunakan bahan lumpur terbesar di global, adalah sebuah pencapaian arsitektur Sudano-Sahilian yg luar biasa.

Lokasi Masjid Agung Djenne

Berada di wilyah Farmantala, kota tua Djenne, Mopti, Republik Mali (dahulu bernama Sudan Prancis) berada di koordinate : 13°54′19″N 4°33′20″W

Sejarah Panjang Djenne

Djenne kota tertua yang pernah dikenal di wilayah sub sahara Afrika berada pada wilayah genre sungai Niger & Sungai Bani, 354 kilometer sebelah barat daya Timbuktu. Didirikan sang para pedagang kurang lebih tahun 800M (pada dekat loka kota yang yang lebih tua yg sudah terdapat semenjak 250 tahun sebelum masehi). Djenne berkembang kala itu lantaran menjadi pertemuan antara pedagang pedagang berdasarkan gurun sudan & pedagang menurut wilayah hutan tropis Guyana.

Dicaplok oleh Emperium Songhai, Soni Ali di tahun 1468 mengakibatkan Mali sebagai pusat perdagangan terpenting selama abad ke 16. Kota tadi melesat maju karena sebagai titik temu menurut sungai dengan Timbuktu & dari situasinya yg sebagai rute perdagangan emas dan pertambangan garam.

Bulang mengambang di atas Masjid Agung Djene

Diantara tahun 1591 dan 1780 Djenne berada dibawah kendali Raja Maroko & selama tahun tahun tadi pasar disana berkembang pesat, majemuk produk berdasarkan seantero daerah utara dan afrika tengah. Tahun 1861 kota tadi di taklukkan oleh Empirium Tukolor, al-Hajj 'Umar & kemudian di kuasai sang Prancis pada tahun 1893. Stelah itu fungsi perdagagangan kota tersebut diambil alih sang kota Mopti yang berada pada rendezvous 2 sungai antara sungai Niger & Sungai Bani, 90 kilometer sebelah timur bahari Djenne. Djenne kini sebagai pusat perdaganganan komuditas pertanian tanpa mengurangi pamor kepentinganya menggunakan beberapa estetika nya sendiri termasuk warisan arsitektur Muslim, Masjid Agung Djenne.

Tambahan kepada sejarah pentingnya kota Djenne dalam hal perdanganan, Djenne juga sebagai pusat pembelajaran dan ziarah, menarik para pelajar & peziarah yang tiba menurut semua wilayah Afrika Barat.

Sejarah Masjid Agung Djenne

Masjid Agung Djenne dianggap dibangun pertama kali dalam tahun 1240 oleh sultan Koi Kunboro, yg masuk Islam lalu membarui istananya sebagai sebuah masjid. Sangat sedikit warta tentang bentuk menurut masjid pertama tadi, tetapi masjid tersebut dinilai terlalu mewah oleh Sheikh Amadou, penguasa Dejene di awal abad ke 19 masehi.

Prangko bergambar Masjid Agung Djene dimasa Mali masih sebagai daerah jajahan Prancis.

Sheikh Amadou kemudian membangun masjid ke 2 tahun 1830 & membiarkan masjid pertama runtuh dengan sendirinya. Masjid yang kini berdiri mulai dibangun tahun 1906 dan terselesaikan setahun kemudian pada tahun 1907, di rancang sang arsitek Ismaila Traor?, kala itu Mali sudah berada dibawah kekuasaan Prancis yang menaruh bantuan finansial dan dukungan politik bagi pembangunan masjid serta sekolah islam pada dalam lingkungan masjid tadi.

Arsitektur Masjid Agung Djenne

Masjid Agung Djenne dibangun dengan lantai yang ditinggikan dari permukaan tanah disekitarnya. Keseluruhan bahan bangunan memakai bahan lumpur yg dikeringkan dibawah sinar mentari . Balok balok lumpur lalu disusun & direkatkan satu sama lain menggunakan lumpur basah & diplester permukaannya juga memakai lumpur basah.

Masing masing dinding mempunyai keterbalan antara 40 hingga 60 sentimeter. Makin ke atas making menipis. Dinding setebal itu berfungsi buat menunda berat berdasarkan struktur masjid pula memberikan insulasi terhadap sinar matahari gurun yg menyengat. Di siang hari tembok tersebut akan memanas secara perlahan berdasarkan luar & tetap menaruh kesejukan di dalam masjid. Sebaliknya dimalam hari udara panas yg tersimpan pada tembok tersebut permanen menaruh kehangatan pada dalam masjid dari terpaan udara extrim gurun pasir.

Malam hari pada depan Masjid Agung Djene

Ruang sholat masjid ini ditopan goleh sembilan puluh tiang kayu, sanggup menampung sampai 3000 jemaah sekaligus. Struktur masjid tersebut memungkinkan buat tetap memberikan suasana sejuk pada dalam masjid sepanjang hari. Masjid Agung Djenne juga dilengkapi menggunakan ventilasi udara di bagian atap yang ditutup dengan keramik hasil karya para perempuan Djenne. Tutup tadi bisa dibuka pada malam hari buat mensirkulasi udara pada pada masjid.

Tembok masjid Agung Djenne juga menggunakan phon pohon palm yang dipakai sebagai penyanggah masjid berdasarkan bahan lumpur tadi. Kayu kayu tadi tidak saja digunakan selama proses pembangunan menjadi penyanggah bagi para tukang yg menciptakan masjid akan tetapi juga dipasang secara permanen pada tembok masjid dan digunakan setiap tahun buat memplester ulang masjid tadi dengan lapisan lumpur yang baru. Yang telah menjadi tradisi tahunan masjid ini.

Selain itu btg batang kayu palm tadi jua berfungsi meminimalisir stess yang terjadi pada bahan lumpur yg menjadi bahan utama bangunan masjid dampak udara panas gurun pasir yang menyengat siang hari dan udara yg dingin pada malam hari. Cuaca pada gurun memang ekstrim. Fasad masjid sama persis dengan arsitektur tempat tinggal rumah penduduk Djenne yg termasuk tiga menaranya yg dibagian puncaknya diletakkan telor burung unta sebagai lambang dari kesuburan & kemurnian.

Gotong Royong. Sekali setahun masyarakat muslim Djene bergotong royonh memplester ulang struktur bangunan Masjid Agung Djene dengan bahan lumpur yang diangkut dari sungai tak jauh dari sana. Hajatan tersebut melibatkan seluruh warga baik pria maupun wanita.

Kendatipun masjid raya Djenne terkait menggunakan elemen arsitektur yg ditemukan pada masjid masjid seantero global Islam, namun masjid ini merepleksikan kearifan lokal menggunakan penggunaan material bangunan dari lingkungan sekitar yg sudah dipakai sang masyarakat Djenne selama beberapa abad. Termasuk penggunaan lumpur & pohon palem yg melimpah pada wilayah tadi. Menyerap gaya bangunan lokal buat mengikuti keadaan dengan iklim gurun yang panas. Serta mengekspresikan interaksi yang elegan menggunakan lingkungan lokal melalui arsitektur yg membumi & dapat ditemukan pada semua pelosok Mali, dan bisa bertahan hingga berabad abad menggunakan perawatan yg baik.

Perbaikan tahunan masjid Djenne sudah sebagai festival tahunan di Djenne yg menarik perhatian banyak wisatawan. Proses pemugaran berupa pemlesteran ulang bangunan masjid menggunakan bahan adonan lumpur dan sekam padi, di awasi sang 80 orang pekerja senior yg telah berpengalaman. Mereka jua yg mengkoordinir keseluruhan proses pemugaran masjid sekali pada setahun.

Festival ini digambarkan oleh para wisatawan yang pernah bergabung menggunakan program tahunan ini menjadi sebuah festival yang penuh menggunakan tawa dan kesenangan. Anak anak dan dewasa bergabung bersama mencampur lumpur menggunakan sekam buat kemudian digunakan buat memplester ulang dinding masjid. Tahun 1988 Kota tua Djenne & Masjid Agung nya dijadikan warisan global sang UNESCO.

Warisan global versi UNESCO

Kiblat Masjid Agung Djenne menghadap ke arah timur menuju Baitullah di Mekah. Di depan masjid. Dinding kiblat didominasi tiga menara akbar yang menjorok keluar berdasarkan dinding primer. Setiap menara dihiasi tangga spiral menuju atap. Di ruang primer buat shalat, setiap menara pada dinding kiblat memiliki ceruk atau mihrab. Imam memimpin shalat dari mihrab pada menara yg lebih akbar. Sebuah celah sempit pada langit-langit mihrab ini terhubung dengan sebuah ruangan kecil yg terletak di bagian atas menara. Pada masa kemudian, seorang akan menyerukan ulangan kata-kata para imam pada orang-orang di luar masjid. Di sebelah kanan mihrab utama di tengah menara, masih ada ceruk kedua yang berisi mimbar tempat iman menyampaikan khutbah.

Kini masjid Djenne masih menjadi galat satu bangunan penting pada Afrika Barat. Umat Muslim & turis dari seluruh dunia datang mengagumi struktur bangunan masjid, selain beribadah. Ada yang berdoa, belajar, & pula berguru. Masyarakat kurang bisa dari lebih kurang Kota Djenne pun mengirim anak-anak mereka setiap bulan atau setiap tahun, buat belajar menulis dan membaca. ***

Referensi

Sacretsites.com Djenne, Mali

Ellerg.blogspot THE WORLD'S LARGEST MUD BRICK BUILDING

Detiknews Masjid Agung Djenne yang Tegak dari Lumpur

Alifmagz Masjid Lumpur Djenne

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done