Masjid Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta - Islami Pedia
News Update
Loading...

Wednesday, June 24, 2020

Masjid Kotagede, Masjid Tertua di Yogyakarta

Parit berair jernih mengelilingi masjid

Berkelana ke Kotagede nir akan lengkap bila tidak berkunjung ke Masjid Kotagede, bangunan loka ibadah islam yang tertua di Yogyakarta. Bangunan itu merupakan loka yang seringkali hanya dilalui waktu wisatawan hendak menuju kompleks pemakaman raja Mataram, padahal pesona bangunannya tak kalah menarik. Tentu, poly pula cerita yg ada pada setiap piranti pada masjid yg berdiri lebih kurang tahun 1640-an ini.

Sebelum memasuki kompleks masjid, akan ditemui sebuah pohon beringin yang konon usianya telah ratusan tahun. Pohon itu tumbuh pada lokasi yg sekarang dimanfaatkan buat loka parkir. Karena usianya yg tua, penduduk setempat menamainya "Wringin Sepuhdanquot; & menganggapnya mendatangkan berkah. Keinginan seorang, menurut cerita, akan terpenuhi bila mau bertapa di bawah pohon tadi sampai mendapatkan dua lembar daun jatuh, satu tertelungkup dan satu lagi terentang.

Berjalan mendekat ke arah kompleks masjid, akan ditemui sebuah gapura yg berbentuk paduraksa. Persis pada bagian depan gapura, akan ditemui sebuah tembok berbentuk alfabet L. Pada tembok itu terpahat beberapa gambar yang merupakan lambang kerajaan. Bentuk paduraksa & tembok L itu merupakan wujud toleransi Sultan Agung pada warga yang ikut membangun masjid yang masih memeluk agama Hindu & Budha.

Masjid Kota Gede

Memasuki page masjid, akan ditemui sebuah prasasti yang berwarna hijau. Prasasti bertinggi tiga meter itu adalah tanda bahwa Paku Buwono pernah merenovasi masjid ini. Bagian dasar prasasti berbentuk bujur sangkar & pada bagian puncaknya terdapat mahkota lambang Kasunanan surakarta. Sebuah jam diletakkan di sisi selatan prasasti menjadi acuan saat sholat.

Adanya prasasti itu membuktikan bahwa masjid Kotagede mengalami dua tahap pembangunan. Tahap pertama yang dibangun pada masa Sultan Agung hanya adalah bangunan inti masjid yg ukuran mini . Lantaran kecilnya, masjid itu dulunya diklaim Langgar. Bangunan ke 2 dibangun oleh raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian masjid yang dibangun sang Sultan Agung dan Paku Buwono X ada dalam tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yg dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.

Bangunan inti masjid adalah bangunan Jawa berbentuk limasan. Cirinya dapat dicermati pada atap yang berbentuk limas dan ruangan yg terbagi dua, yaitu inti dan serambi.

Sebuah parit yg mengelilingi masjid akan dijumpai sebelum memasuki bangunan inti masjid. Parit itu pada masa kemudian dipakai sebagai saluran drainase selesainya air dipakai wudlu pada sebelah utara masjid. Kini, warga setempat memperbaiki parit menggunakan memasang porselen di bagian dasar parit & menggunakannya menjadi loka memelihara ikan. Untuk memudahkan masyarakat yang ingin beribadah, dibentuk sebuah jembatan mini yang terbuat berdasarkan kayu-kayu yg disusun berderet.

Pada bagian luar inti masjid masih ada bedug tua yang bersebelahan dengan kentongan. Bedug yg usianya tidak kalah tua menggunakan masjidnya itu merupakan hibah menurut seseorang bernama Nyai Pringgit yg asal berdasarkan desa Dondong, wilayah pada Kabupaten Kulon Progo. Atas jasanya memberikan bedug itu, keturunan Nyai Pringgit diberi hak buat menempati wilayah lebih kurang masjid yang kemudian dinamai Dondongan. Sementara bedug pemberiannya, sampai kini masih dibunyikan sebagai penanda ketika sholat.

Bedug tua Masjid Kotagede
Sebuah mimbar untuk berkhotbah yang terbuat dari bahan kayu yang diukir indah dapat dijumpai di bagian dalam masjid, sebelah tempat imam memimpin sholat. Mimbar itu juga merupakan pemberian. Saat Sultan Agung menunaikan ibadah haji, ia mampir ke Palembang untuk menjenguk salah satu adipati di tempat itu. Sebagai penghargaannya, adipati Palembang memberikan mimbar tersebut. Mimbar itu kini jarang digunakan karena sengaja dijaga agar tidak rusak. Sebagai pengganti mimbar itu, warga setempat menggunakan mimbar kecil untuk kepentingan ibadah sehari-hari.

Berjalan mengelilingi halaman masjid, akan dijumpai disparitas pada tembok yang mengelilingi bangunan masjid. Tembok bagian kiri terdiri berdasarkan batu bata yg ukurannya lebih akbar, rona yang lebih merah, serta terdapat batu misalnya marmer yang pada permukaannya ditulis aksara Jawa. Sementara tembok yang lain memiliki batu bata berwarna relatif belia, berukuran lebih mini , dan polos.

Tembok tua masjid Kotagede

Tembok yg terdapat di kiri masjid itulah yang dibangun pada masa Sultan agung, sementara tembok yang lain adalah hasil renovasi Paku Buwono X. Tembok yg dibangun pada masa Sultan agung berperekat air aren yg dapat membatu sebagai akibatnya lebih kuat.Masjid yang usianya sudah ratusan tahun itu hingga kini masih terlihat hidup.

Warga setempat masih menggunakannya menjadi loka melaksanakan kegiatan keagamaan. Jika datang saat ketika sholat, akan dilihat puluhan masyarakat menunaikan ibadah. Di luar saat sholat, poly masyarakat yg menggunakan masjid buat tempat berkomunikasi, belajar Al Qur'an, & lain-lain.

source : yogyes.com

-------------------------------ooOOOoo-------------------------------------

Lanjutkan Membaca Artikel Masjid Pathok Negara Lainnya

Masjid Masjid Pathok Negara Ngayokyakarta

Masjid Pathok Negara Taqwa Wonokromo

Masjid Pathok Negara Nurul Huda

Masjid Pathok Negara Ad-Darojat Babadan

Masjid Jami Nur Mlangi

Masjid Pathok Negara Sulthoni

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done