![]() |
Lima Masjid Tua Jakarta bagian ke-tiga: (11). Masjid An-Nawier, (12). Masjid Angke, (13) Masjid Tambora. (14) Masjid Krukut dan (15). Masjid Kebun Jeruk. |
Di bagian ketiga ini akan mengulas selayang pandang lima masjid tertua di Jakarta yang semuanya dibangun pada abad ke 18, menariknya bahwa masjid tersebut dibangun oleh muslim Batavia yang berasal dari berbagai akar budaya. Seperti Masjid Annawier di Pekojan (1760) yang dibangun oleh Muslim Arab di Batavia, kemudian ada Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke (1761) atau Masjid Angke yang dibangun oleh muslim Thionghoa, sama seperti masjid Krukut dan Masjid Jami’ Kebon Jeruk (1786).
Di masa penjajahan Belanda muslim Thionghoa di Batavia juga dimasukkan ke dalam kelompuk pribumi karena kepercayaan Islam yg pada anutnya, sebagai akibatnya disamakan menggunakan orang Jawa, Sunda, Banten, Sumbawa dan sebagainya. Tambora yang sekarang menjadi nama kelurahan sekaligus kecamatan di Jakarta Barat, memang mengabadikan nama Gunung Tambora pada pulau Sumbawa. Masjid Jami Tambora yg masih kekar berdiri hingga kini dibangun oleh seseorang ulama yang berasal dari kurang lebih Gunung Tambora. Berikut sekilas mengenai lima masjid tertua pada Jakarta tersebut.
11. Masjid An-Nawier Pekojan (1760) Jakarta Barat
Masjid An Nawier dididirkan tahun 1180H / 1760M, dua belas tahun setelah berdirinya Masjid Kampung Baru Pekojan oleh komunitas India. Masjid An Nawier lebih dikenal dengan sebutan Masjid Pekojan, di dirikan oleh diatas lahan wakaf dari Syarifah Fatimah binti Husein Al Idrus, seorang muslimah dari jazirah Arabia yang tinggal di Pekojan, makam beliau kini berada di bagian belakang masjid ini. Konon Masjid An Nawier ini dahulunya menjadi induk dari masjid-masjid sekitar Batavia.
![]() |
Masjid An-Nawier Pekojan |
Pada mulanya masjid ini berupa surai mini yg pembangunannya pada ketuai oleh Daeng Usman Bin Rohaeli hingga tahun 1825M. Kemudian diteruskan sang Komandan Dahlan tahun 1825-1860M. Makam Komandan Dahlan sekarang berada di sebelah utara masjid yg dilingkupi batu pahatan akbar. Pada tahun 1926 masjid ini diperluas dan diperindah oleh Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus, dia merupakan seorang muslim kaya raya yang semasa hidupnya ikut menyelundupkan senjata buat para pejuang Aceh melawan Belanda.
Di masjid inilah tempat Habibb Usman Bin Yahya, mufti Islam di Batavia mengajar. Habib kelahiran Pekojan 1238H dikenal produktif menulis kitab kitab agama. Diantara 50 buku karangannya masih dipakai pada pengajian pengajian. Salah satu muridnya yg populer adalah Habib Ali Alhabsyi atau lebih dikenal menggunakan nama Habib Ali Kwitang, yg lebih kurang seabad kemudian mendirikan majelis taklim Kwitang.
12. Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke (1761) Jakarta Barat
Berdasarkan sumber Oud Batavia karya Dr F Dehan, Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke didirikan pada hari Kamis, tanggal 26 Sya’ban 1174 H yang bertepatan dengan tanggal 2 April 1761 M oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim bernama Ny. Tan Nio yang bersuamikan orang Banten, dan masih ada hubungannya dengan Ong Tin Nio, istri Syarif Hidayatullah (sunan Gunung Jati). Arsitek pembangunan masjid ini adalah Syaikh Liong Tan, dengan dukungan dana dari Ny. Tan Nio.
![]() |
Masjid Jami' Angke |
Sejarah Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke, ini memiliki benang merah dengan Masjid Jami An-Nawier di Pekojan, yakni sama sama memiliki keterkaitan dengan perisitiwa berdarah pembunuhan masal orang Tionghoa di Batavia tahun 1740 oleh bala tentara VOC atas perintah Jenderal Adrian Valckenier (1737-1741). Orang Orang Tionghoa Batavia banyak yang melarikan diri dan bersembunyi dan mendapatkan perlindungan dari orang orang Islam dari Banten yang tinggal di Kampung Goesti, dan kemudian hidup bersama di kampung tersebut.
Kelompok inilah yang kemudian membangun Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke pada tahun 1761 sebagai tempat beribadah dan markas para pejuang menentang penjajah Belanda. Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke konon juga sering dipakai sebagai tempat perundingan para pejuang dari Banten dan Cirebon. Kampung Goesti ini merupakan kampong orang Bali di Batavia yang sudah berdiri sejak tahun 1709.
Keberadaan Muslim pada Kampung Goesti ini lagi lagi pada-generalisir oleh pemerintah Belanda dengan menyebut seluruh penduduk pribumi disana menjadi muslim. Sebagaimana disebutkan oleh Heuken, orang Belanda menduga kaum pribumi adalah orang-orang yg tinggal di tanah Jawa. Lantaran tinggal pada tanah Jawa, mereka disebut orang Jawa. Jadi, orang pribumi itu orang Jawa. Orang Jawa itu Islam, maka orang Bali yang beragama Hindu & tinggal di Batavia yg notabene ada di pulau Jawa jua dianggapnya sebagai orang Islam. Lantaran orang Islam itu pribumi maka orang Tionghoa yang Muslim pun dipercaya menjadi Pribumi.
![]() |
Masjid Jami' Tambora |
(13). Masjid Jami’ Tambora (1761)
Terletak di Jl. Tambora Masjid (dahulu Jl. Blandongan) Nomor 11, Kelurahan Tambora, Kec. Tambora, Kotamadya Jakarta Barat, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Masjid Jami? Tambora dibangun dalam tahun 1181 H (1761 M) oleh Kiai Haji Moestoyib, Ki Daeng, dan mitra-kawan. Mereka berasal dari Ujung Pandang, & usang tinggal pada Sumbawa tepatnya pada kaki Gunung Tambora. Kemudian dibuang ke Batavia oleh Kompeni Belanda dan dijatuhi sanksi kerja paksa. Setelah 5 tahun ia dibebaskan kemudian membangun masjid menjadi indikasi syukur.
Sejak masjid selesai dibangun, peribadatan dipimpin oleh K.H. Moestoyib sampai wafat. Haji Mustoyib dikuburkan di laman depan masjid ini. Masjid ini diperluas dan dipugar menyeluruh pada tahun 1980. Kemudian kepemimpinan dialihkan pada Imam Saiddin sampai wafat, setelah itu beberapa kali mengalami pergantian pimpinan, & terakhir tahun 1370 H (1950 M) pimpinan dipegang sang Mad Supi & kawan-kawannya dari Gang Tambora. Pada tahun 1945 masjid dijadikan markas usaha melawan NICA, bulan Oktober 1945 diserang tentara NICA dan akhirnya Mad Supi & kawan-kawan ditawan Belanda.
Masjid Jami Tambora tercatat sebagai benda cagar budaya dalam tahun 1994, dan telah mengalarni perbaikan, yaitu tahun 1979 oleh Proyek Sasana Budaya dan tahun 1980 Dinas Museum dan Sejarah Daerah Khusus Ibukota Jakarta merenovasi dan menambah ruangan aula & loka sholat buat kaum perempuan (sisi selatan) dan penggantian rona cat dinding, dan tahun 1988/1989 sang Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
![]() |
Masjid Krukut, kini dikenal dengan nama Masjid Jami' Al-Mubarak Krukut. |
(14). Masjid (Jami’ Al-Mubarak) Krukut (1785)
Masjid Krukut merupakan salah satu masjid tua pada Jakarta, dibangun sehabis tahun 1785 pada atas sebidang tanah luasnya 1.000 m2 yg disebut Cobong Baru. Dibangun oleh kaum peranakan Tionghoa di Batavia, selesainya memperoleh biar dari Gubemur Jenderal Alting. Izin tersebut diberikan pada kapitan Cina peranakan (Muslim) yang bernama Tamien Dosol Seeng. Pada abad ke-19 dan abad ke20 masjid ini mengalami perubahan akbar. Sebuah mimbar kayu pantas dianggap karya besar seni ukir Tionghoa. Sayang sekali, bentuk tabrakan mimbar itu tak tajam lagi dampak dilapisi cat perak tebal dalam tahun 1975 & kini mimbar tersebut raib tak kentara keberada?Annya.
Perombakan & pembangunan total masjid ini dilakukan tahun 1994 14 Januari 1994, diperluas sang tanah wakaf yang diberikan Syech Abdul Khaliq A Bakhsh & dilaksanakan oleh Abdul Malik Muhammad Aliun sebagai wakaf buat umat Islam. Di daerah Krukut kini sudah hampir tidak terdapat lagi muslim Tionghoa yang bermukim disana & justru lebih banyak di penguasaan muslim keturunan arab.
![]() |
Masjid Jami' Kebun Jeruk. |
15. Masjid Jami’ Kebon Jeruk (1786) Jakarta Barat
Menurut data dari Dinas Museum dan Pemugaran Provinsi Jakarta, Masjid Jami’ Kebon Jeruk didirikan oleh seorang Muslim Tionghoa bernama, Chau Tsien Hwu atau Tschoa atau Kapten Tamien Dosol Seeng di tahun 1786 (25 Tahun setelah Masjid Jami’ Al-Anwar, Angke) . Beliau adalah salah seorang pendatang dari Sin Kiang, Tiongkok yang kabur dari negerinya karena ditindas oleh pemerintah setempat. Sesampai di Batavia, ia menemukan sebuah surau yang tiangnya telah rusak serta tidak terpelihara lagi. Kemudian di tempat tersebut, ia dan teman-temannya, sesama pendatang dari Tiongkok mendirikan mesjid dan diberi nama Masjid Kebon Jeruk.
Masjid Jami? Kebon Jeruk menjadi masjid pertama yg murni dibangun oleh muslim Thionghoa di Batavia & menjadi masjid pertama di daerah pusat bisnis Glodok. Di halaman sebelah timur masjid terdapat makam Fatimah Hwu yg merupakan istri Chau Tsien Hwu. Nisan menurut makam yang bertarikh 1792M ini cukup unik dengan bentuk naga bertulisan huruf cina berbunyi ?Hsienpi Men Tsu Mow? Yang merupakan ?Inilah makam China dari famili Chai?, & menggunakan pertanggalan Arab. ****
(Bersambung ke bagian 4)