Islami Pedia
News Update
Loading...

Thursday, November 5, 2020

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam

Dalam catatan sejarah Brunei, bangunan masjid memang sudah sejak lama menjadi pemandangan utama di negeri itu. berdasarkan catatan seorang pengelana Spayol bernama Alonso Beltran menyebutkan bahwa, di tahun 1578 ketika dia singgah ke Brunei semasa kekuasaan Sultan Syaiful Rizal dia melihat sebuah bangunan masjid utama yang disebutnya bersusun lima. Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan merupakan masjid modern pertama yang dibangun Brunei.

Di Abad ke 13 Brunei sempat memiliki wilayah yang membentang diseluruh pulau Kalimantan, saampai ke jajaran kepulauan Sulu dan pulau pulau lainnya di Filippina Selatan. Negara ini sempat mengalami beberapa kali kejatuhan termasuk menjadi wilayah seberang lautan Majapahit di abad ke 14 dan harus menyerahkan upeti tahunan berupa 40 kati kapur barus ke Majapahit. Catatan terahir pengelana China tahun 1371 menyebutkan bahwa Brunei seluruhnya menjadi wilayah Majapahit.

wilayah Brunei saat ini.

Islam mengakar di Brunei di abad ke 16. Dan untuk kedua kalinya Brunei menguasai kembali wilayahnya di seluruh pulau Kalimantan hingga ke Filippina selatan. Namun lagi lagi intervensi asing termasuk serbuan Spanyol dan Inggris ahirnya menciutkan wilayah Brunei hingga tersisa dia wilayah Brunei saat ini yang terpisah oleh daratan Sarawak (Malaysia).

Merunut Masjid Pertama di Brunei Darussalam

Masuknya kekuatan spanyol ke Brunei tak lepas dari pertikaian internal di kalangan Istana. Perebutan tahta kesultanan membuat salah satu anggota kerajaan mengungang Spanyol menyerbu ke negara itu. Spanyol berhasil menaklukkan sultan Syaiful Rijal atas permintaan saudaranya sendiri Pengiran Seri Lela dan Pengiran Seri Ratna. Dalam masa itulah pengelana Spanyol, Alonso Beltran, di tahun 1578 mendiskripsikan bahwa dia melihat masjid besar bersusun lima di pusat kota Brunei. Spanyol Ahirnya terusir dari Brunei namun meninggalkan kerusakan parah bagi negeri itu, masjid besar milik kesultanan habis dibakar oleh pasukan Spanyol.

Masjid Marbut Pak Tunggal atau Masjid Pekan Brunei, merupakan masjid utama yang berdiri di pusat Pekan Brunei (nama lama kota Bandar Seri Begawan). Masjid ini hancur semasa perang dunia kedua.

Sebelum pecahnya perang dunia kedua, sudah dibangun beberapa masjid di daerah daerah pedalam Brunei, dan hanya ada satu masjid yang berdiri di ibukota (kala itu masih disebut sebagai Pekan Brunei – Kini Bandar Seri Begawan). Masjid tersebut bernama Masjid Marbut Pak Tunggal (juga dikenal sebagai Masjid Pekan Brunei) yang dibangun semasa kekuasaan Sultan Mohammad Jamalul Alam II, Sultan Brunei ke 26.

Lokasi Masjid Marbut Pak Tunggal berdiri memang di sisi sungai Brunei, kira kira berada di lokasi masjid Sultan Omar Ali Saifuddin saat ini. kala itu masjid tersebut dibuat dari bahan kayu dengan atap asbes dilengkapi dengan menara kecil di atapnya. Bangunan utamanya dibangun dalam bentuk rumah panggung beberapa senti lebih tinggi dari permukaan tanah menggunakan tiang beton.

Foto udara sekitar areal masjid Marbut Pak Tunggal (dalam lingkaran kuning) diabadikan oleh tentara pendudukan Dai Nipon (Jepang) di Brunei semasa perang dunia kedua. selama pendudukan Jepang di Brunei Masjid ini hancur tak bersisa.

Keberadaan Masjid Marbut Pak Tunggal itu tidak saja didasarkan dari kisah tutur dari para tetua tapi memang sempat terekam dalam foto udara di kawasan tersebut yang diambil semasa perang dunia kedua. Sayangnya bangunan masjid kayu tersebut hancur tak bersisa semasa pendudukan tentara Jepang di Brunei.

Segera setelah berahirnya perang dunia ke dua, sebuah masjid sementara, dibangun dengan kapasitas sekitar 500 jemaah di lokasi sekitar tempat berdirinya TAIB Building dimasa kini. Bangunanya sama sekali tak berbentuk masjid, baik masjid universal dengan kubah dan menara dan juga tak berbentuk masjid Nusantara (Masjid Tradisonal Jawa) dengan atap limas bersusun seperti masjid yang dilihat oleh Alonso Beltran di tahun 1578.

Masjid Kajang di Pekan Brunei ::: Masjid Kajang, berupa bangunan sederhana beratap dan berdinding anyaman daun nipah atau daun kajang.  Dibangun sebagai masjid darurat segera setelah berahirnya perang dunia kedua. disebut masjid Kajang merujuk pada atap daun kajang yang dipakai untuk menutup atap masjid ini.

Tapi hanya sekedar bangunan sementara dengan ruangan luas untuk tempat sholat berjamaah. Dindingnya menggunakan papan sebagian lagi menggunakan anyaman bamboo dan daun nipah, atapnya juga menggunakan daun nipah atau daun Kajang. Mungkin lebih tepat bila disebut sebagai gubuk berukuran besar. Sejak dibangun masjid darurat itu tak pernah diberi nama, hanya karena atapnya yang menggunakan daun kajang / Nipah maka dikenal masyarakat dengan sebutan sebagai Masjid Kajang,

Ukuran masjid Kajang memang terlalu kecil bagi jemaah muslim Pekan Brunei, pada pelaksanaan sholat sebagian besar jemaah mengambil tempat di “padang” atau area terbuka luar bangunan, termasuk baginda Sultan Haji Omar Ali Saifuddien bersama para petinggi kerajaan Brunei. Padang di sekitar masjid Kajang tersebut kini menjadi Taman Haji Omar Haji Omar Ali Saifuddien di komplek Masjid Sultan Omar Haji Omar Ali Saifuddien.

Sultan Omar Ali Saifuddin bersama para petinggi kesultanan juga melaksanakan sholat di 'padang' lapangan di sekitar Masjid Kajang.  Beliau lah yang kemudian membangun masjid Sultan Omar Ali Saifuddin yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan sebagai Masjid Nasional bagi Negara Brunei Darussalam.
Masjid Nasional Brunei Darussalam ::: memang tak setara dan tak sebanding untuk membandingkan masjid nasional Brunei yang kini berdiri megah di pusat kota Bandar Seri Begawan dengan dua masjid sebelumnya yang menjadi cikal bakal masjid nasional Brunei, masing masing adalah : masjid Marbut Pak Tunggal (foto paling kiri) dan Masjid Kajang (foto tengah).

Kehidupan beragama di Brunei memang begitu kental. seperti dalam rekaman foto lama ini ketika Masjid Kajang menjadi satu satunya masjid yang berdiri di Pekan Brunei (nama lama kota Bandar Seri Begawan), masyarakat bersama Sultan rela Sholat di lapangan terbuka. sedangkan foto kiri adalah suasana pelaksanaan Musabaqoh Tilawatil Qur'an tingkat Nasional yangjuga diselenggarakan di dalam masjid Kajang.

Bersambung ke Bagian 3

Referensi

bruneiresources.com – sultan omar ali saifuddien mosque

islamicfinder.org - Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin

en.wikipedia.org  - Sultan_Omar_Ali_Saifuddin_Mosque

Artikel Terkait

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 3)

Baca Juga artikel Masjid Asean Lain nya

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Negara, Kuala Lumpur – Malaysia

Masjid Putra, Putrajaya – Malaysia

Masjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, Putrajaya – Malaysia

Masjid Sultan Singapura – Singapore

Masjid Al-Dahab Manila – Philippina

Wednesday, November 4, 2020

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 3)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien, Bandar Seri Begawan. Masjid Nasional Negara Brunei darussalam.

Pembangunan Masjid Sultan Haji Omar Ali Saifuddien

Di tahun 1949 atau empat tahun paska usainya perang dunia kedua, dibentuk sebuah Komunite bagi kemungkinan untuk membangun sebuah masjid nasional bagi Brunei Darussalam. Komite tersebut diketuai oleh YTM Seri Paduka Pengiran Bendahara Pengiran Anak Haji Muhammad Yasin. Di tahun 1952 beliau mengusulkan agar pembangunan masjid nasional Brunei dilaksanakan di “padang” disekitar Masjid Kajang. Namun Sultan Haji Omar Ali Saifuddien lebih memilih untuk membangun masjid Nasional Brunei didirikan lokasinya sekarang, di tepian sungai Brunei yang merupakan kawasan pusat keramaian Pekan Brunei kala itu.

Merujuk kepada penjelasan dari Pangeran Adnan, Arsitek senior di Departemen Pekerjaan Umum, beliau menjelaskan bahwa arsitek yang menanganani rancangan masjid Sultan Omar Ali Saifuddien adalah arsitek Italia bernama Cavalieri R. Nolli. Rancangan yang dilakukan oleh Cavalieri di dasarkan kepada rancangan awal yang dibuat sendiri oleh Sultan Omar Ali Saifuddin dibantu oleh Awang Besar Sagap, Seorang Juru Gambar dari Departemen Pekerjaan Umum.

1954 ::: foto lama tahun 1954 saat pembangunan Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien mulai dilaksanakan.

Rancangan detil pembangunan masjidnya ditangani oleh Firma arsitek Booty and Edwards Chartered Architects, sedangkan pelaksanaan pembangunanya dilaksanakan oleh Sino-Malayan Engineer. Keseluruhan proyek pembangunan masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ini diperkirakan menelan biaya sebesar 7,7 juta dolar hingga 9,2 juta dolar

Rancangan masjid ini sangat dipengaruhi oleh gaya arsitektural dinasti Mughal yang berkuasa selama lebih kurang 350 tahun sejak abad ke 16 di seluruh wilayah India, Pakistan, Bangladesh dan sekitar nya. Dinasti Islam Mughal memang sangat terkenal dengan warisan seni arsitektural yang menawan tersebar diseluruh bekas wilayah kekuasannya, termasuk salah satu bangunan 7 keajaiban dunia, Taj Mahal di kota Acra, India. Di komplek Taj Mahal Juga dibangun bersebelahan disisi kiri dan kanan nya masing masing Masjid Taj Mahal dan Istana Peristirahatan Taj Mahal.

dan beginilah Masjid dan jembatan menuju Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien saat ini.

Proses pembangunan masjid dimulai pada tanggal 4 Februari 1954, di atas lahan seluar 5 acre (2 hektar) dengan masjidnya sendiri berukuran 225 kaki x 86 kaki (68.5 meter x 26.2 meter) dan mampu menampung sekitar 3000 jema’ah sekaligus. Tinggi bangunan utama masjidnya mencapai 52 meter, atapnya ditutup dengan kubah besar berlapis emas murni, ditopang dengan dinding dinding tebal berlapis pualam dari Italia sama dengan pualam yang digunakan untuk pilar pilar, lengkungan dan menara masjid.

Bangunan masjid ini memang sebagian besar menggunakan material dari luar negara termasuk penggunaan Batu Pualam dari Italia, Batu Granit dari Shanghai (China), stainglass atau kaca patri dan lampu gantung dari Inggris serta karpet rajutan tangan dari Belgia dan Saudi Arabia.

dua foto udara diwaktu yang berbeda ::: foto kiri dibuat oleh Tony Wilson seorang fotografer tentara Inggris ketika masih berkuasa di Brunei sedangakn foto kanan adalah foto udara Masjid Sultan Ali Saifuddin yang di abadikan dalam selembar kartu pos tahun 1970-an.

Satu satunya elemen lokal tempatan Brunei yang dipakai di masjid ini adalah penggunaan Kalat, yakni semacam tali yang sangat tebal dan dibentuk berkelok kelok pada semua pilar masjid. Kalat, aslinya digunakan pada pembangunan bangunan ‘lapau’ atau aula di Brunei. Kalat berfungsi sebagai tali pengikat pilar pilar bangunan. Karena keberadaannya yang terlihat oleh mata, maka kalat ini dalam aplikasinya diberi corak warna warni dan tak jarang dilapis dengan emas.

Dari sisi arsitektural, menara tunggal masjid ini memang cukup unik. Penggabungan gaya Italia dengan gaya Mughal menghasilkan menara dengan denah segi empat bergaya italia di sisi bawah sedangkan puncaknya menggunakan kubah bawang khas Mughal. Sedangkan interior masjid ini begitu mewah dengan berbagai seni ilami khususnya seni kaligrafi dan pola pola geometrik, floral dan lain nya.

Kata Wow saja rasanya memang tak cukup untuk memuji masjid satu ini. Wajar bila kemudian banyak orang yang menyebut masjid ini sebagai salah satu masjid terindah di kawasan asia pasifik. kubah masnya memang bukan satu satunya masjid dengan kubah berlapis emas. ukurannya pun kalah jauh dibandingkan dengan Masjid Kubah Mas Dian Al-Mahri di Depok - Jawa Barat, namun keindahan bangunan dan kebesaran sejarahnya yang membuat masjid ini begitu menarik.

Masjid Sultan Omar Ali Syaifuddien diresmikan sendiri oleh Sultan Omar Ali Syaifuddien pada tanggal 26 September 1958. Dan Sembilan tahun kemudian tepatnya di tahun 1967 masjid ini dilengkapi dengan bangunan tambahan berupa Replika Kapal Mahligai Sultan Bolqiah abad ke 16 yang dibangun ditengah laguna di depan masjid lalu dihubungkan dengan jembatan pualam. Pembangunan mahligai tersebut menandai peringatan 1400 tahun (14 abad) Nuzulul Qur’an (turunnya Al-Qur’an untuk pertama kali) dengan pembangunan sebesar 250 ribu dolar.

Kini, masjid Sultan Omar Ali Saifuddien menjadi landmark yang begitu terkenal di Brunei Darussalam, dan menjadi tempat ibadah utama di negeri itu. memang ada larangan resmi untuk tidak memotret di dalam masjid ini, mungkin itu sebabnya sangat sulit menemukan foto interior masjid ini di dunia maya meski masjid ini merupakan salah satu objek foto paling menarik bagi siapapun yang pernah ke sana, dan foto keindahannya bertebaran di dunia maya.***

Refleksi ::: Foto malam hari sepertinya menjadi pavorit para fotografer untuk mengabadikan keindahan masjid ini dengan merekam keindahan bangunan masjid berikut bayangannya yang terpantul dipermukaan air laguna tempatnya berdiri.
Kota Bandar Seri Begawan memang tak sebesar dan seluas Jakarta, ditambah lagi dengan penduduknya yang tak sepadat ibukota Republik Indonesia itu membuat masjid ini bertahan sebagai landmark utama kota Bandar Seri Begawan dari sejak masjid ini pertama kali dibangun hingga hari ini tetap mendominasi pemandangan kota.

Referensi

bruneiresources.com – sultan omar ali saifuddien mosque

islamicfinder.org - Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin

en.wikipedia.org  - Sultan_Omar_Ali_Saifuddin_Mosque

Artikel Terkait

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien – Brunei Darussalam (Bagian 3)

Baca Juga artikel Masjid Asean Lain nya

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Negara, Kuala Lumpur – Malaysia

Masjid Putra, Putrajaya – Malaysia

Masjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, Putrajaya – Malaysia

Masjid Sultan Singapura – Singapore

Masjid Al-Dahab Manila – Philippina

Islam dan Masjid di Laos (bagian 1)

Diperkirakan peradaban manusia di Laos sudah eksis sejak enam ribu tahun lalu, Islam menemukan jalan masuk ke negara ini melalui berbagai arah di lintasan sejarah. Muslim di Laos merupakan minoritas dalam jumlah yang sangat sedikit dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Laos ibukota di Vientiane (dibaca : Viyentiyen).

Jumlah muslim Laos tak lebih dari sekitar 800 hingga 1000 jiwa, 200 jiwa diantaranya adalah muslim asli Laos. Bila dibandingkan dengan hampir 7 juta total penduduknya jumlah tersebut nyaris tak terlihat dan menjadikan Laos sebagai negara Asean dengan penduduk muslim paling sedikit. Laos hanya memiliki dua Masjid masing masing adalah Masjid Jami’ Vientiane dan Masjid Azhar Vientiane.

Sekitar 60 persen penduduk Laos ber-etnis Lao dan sebagian besar dari mereka memeluk agama Buddha Theravada. Sejumlah kecil etnis Lao dari komunitas Hmong dan Khmu yang minoritas, masih mempertahankan kepercayaan animisme. Komunitas Hmong merupakan komunitas yang loyal terhadap Raja Savang Vatthana (raja Laos terahir), jumlah mereka menyusut drastis paska tergulingnya sang raja dalam kudeta yang dilakukan kelompok komunis Pathet Lao di tahun 1975.

Kelompok komunis Pathet Lao kemudian mengubah kerajaan Laos menjadi negara komunis dengan nama resminya Lao People’s Democratic Republic (Lao PDR) dan menjadi salah satu negara di dunia yang masih menggunakan sistem pemerintahan komunis, meskipun begitu kehidupan beragama di Laos dijamin oleh negara secara resmi melalui dekrit perdana menteri nomor 92 tanggal 5 Juli 2002.

Dalam Bab 1 pasal 4 dari dekrit perdana menteri menyebutkan bahwa “warga negara Laos, warga negara asing, orang orang tanpa kewarganegaraan dan orang asing di Laos memiliki hak untuk menjalankan aktivitas keagamaan dan berpartisifasi dalam ritual keagamaan di tempat ibadah mereka baik di kuil ataupun di gereja atau di masjid mereka masing masing”.

Masuknya Islam Ke Laos

Sebagian besar sumber sejarah menyebutkan bahwa Agama Islam pertama kali masuk Laos melalui para saudagar China yang melakukan perdagangan lintas wilayah dari propinsi Yunnan di China selatan hingga ke Laos, Birma dan Thailand. Saudagar China ini yang diyakini pertama kali memperkenalkan Islam kepada rakyat Laos.

Di negara negara tersebut para saudagar muslim China ini biasa disebut dengan sebutan Chin Haw. Etnis Chin Haw masih dapat ditemui di kawasan pegunungan Laos dalam komunitas yang sangat kecil. Etnis Chin Haw kini juga dapat di jumpai di Thailand, salah satu masjid tua mereka yang berdiri megah Doi Mae Salong,Chiang Rai, di utara Thailand.

Semasa Laos menjadi wilayah jajahan Prancis di Indochina (dikenal dengan sebutan French-Indochina), muslim dari berbagai wilayah kekuasaan kolonial Prancis turut meramaikan komunitas muslim di Laos dan kemudian juga menarik penduduk asli untuk turut ber-Islam. Sejarah Islam di Laos juga tak bisa dilepaskan dari sejarah Islam di Indochina terutama dalam keterkaitannya dengan sejarah kerajaan Islam Champa yang berpusat di Vietnam.

Muslim di Laos saat ini cukup multi etnis namun berbaur menjadi satu sebagai komunitas muslim Laos. Berdasarkan latar belakang etnis, muslim di Laos dapat di kelompokkan ke dalam beberapa kelompok yang masing masing memiliki latar belakang sejarahnya sendiri sendiri. Diantara mereka adalah muslim dari anak bedua India bagian selatan, muslim Kamboja, anggota pasukan legium asing Prancis dari Afrika utara dan tentu saja adalah muslim asli Laos.

Muslim menurut Anak Benua India

Diperkirakan Muslim dari anak benua India pertama tiba di Laos pada awal abad ke 12 saat Laos menjadi wilayah kolonialisasi Prancis di Indochina. Kebanyakan dari muslim Tamil di Laos pertama tersebut merupakan etnis Tamil dari wilayah enclave Pondicherry, sebuah enclave jajahan Prancis yang tersebar di sepanjang pantai tenggara Teluk Benggala, India Selatan.

Tertua di Laos :: Masjid Jami' Vientiane merupakan masjid pertama dan tertua di Laos dibangun oleh muslim dari India Selatan selama pendudukan Prancis di wilayah Indochina termasuk Laos.
Mayoritas dari muslim Tamil ini merupakan para pria lajang, oleh kolonial Prancis dipekerjakan sebagai pengawal dan pekerja di Vientiane, Ibukota Laos. Kebanyakan dari mereka ini tadinya dipekerjakan sebagai tentara Inggris dan ditempatkan di wilayah Burma (kini Myanmar) selama perang dunia pertama.

Komunitas muslim Tamil dari anak benua India ini masuk ke Laos melalui Vietnam. Muslim Tamil dikenal dengan nama Labai di Madras dan disebut Chulia di Malaysia, Thailand dan Singapura. Selain dari muslim Tamil, sekelompok kecil muslim lainnya merupakan anggota pasukan legium asing Prancis yang di rekrut dari wilayah jajahannya di Afrika Utara.

Kelompok muslim Tamil ini yang kemudian mendirikan masjid Jami Vientiane dan menjadi masjid pertama dan tertua di Laos dengan imamnya Haji Moulavi Kamarudeen Noori, berasal dari Madras, India. Sementara muslim Laos lainnya juga ada yang berasal dari berbagai wilayah yang kini menjadi Pakistan dan Bangladesh.

Beberapa dari mereka menikah dengan wanita asli Laos yang sudah masuk Islam. Ada selusin muslim Pakhtun ini yang kini bahkan sudah masuk ke dalam jajaran pegawai tinggi pemerintah salah satunya menjadi petinggi di kepolisian Laos. Sedangkan sebagian besar lainnya rata rata adalah para pedagang pakaian dan hidup berkecukupan, sedangkan sisanya memiliki beberapa ladang pertanian.

Sejak di bangun masjid Jami Vientiane masih menjalankan fungsinya dengan baik hingga kini. Jemaah dari berbagai latar belakang etnis dan kewarganegaraan berbaur menjadi satu di masjid ini, termasuk muslim dari Indonesia, Malaysia dan Palestina yang merupakan staff kedutaan negara masing masing di Vientiane, juga muslim yang bertugas di kantor kantor perwakilan lembaga lembaga dunia di Vientiane.

Muslim Vientiane kebanyakan berprofesi sebagai pedagang tekstil, nelayan ataupun sebagai tukang jagal pada tempat tinggal makan. Warisan etnis ini sangat kental terasa pada tempat tinggal rumah makan yang dikelola oleh muslim keturunan India selatan dan tempat tinggal makan & gerai kuliner milik muslim keturunan Afrika Utara yang menyediakan masakan khas Afrika Utara berupa couscous dan kebab.***

Bersambung

Referensi

qantara.de - Muslims in Laos, Hidden Beyond the Mekong

indianmuslims.info - Beyond the Mekong: Indian Muslims in Laos

vietnamtourinformation.com- laos religion

islamicfinder.org - Vientine Jamia Masjid

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

plus.google.com - Jamia Masjid Vientiane Laos‎

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

kbrivientiane.org - embassy of the republik of indonesia vientiane

nu.or.id  - masjid vientiane siap jamu atlet muslim

saudiaramcoworld.com - The Crescent in Laos

Artikel Terkait

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian dua)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 3)

Masjid Negara, Kuala Lumpur - Malaysia

Masjid Sultan Singapura ? Singapore

Masjid Al-Dahab Manila ? Filipina

Masjid Jami Vientiane, Laos

Tak sebesar dan tak semegah masjid masjid di Indonesia dan negeri negeri muslim lainnya, Masjid Jami Vientiane menjadi simbol kehadiran Islam pada Laos.

Republik Demokratik Rakyat Laos atau Lao People?S Democratic Republic (Lao PDR) dan orang Indonesia terbiasa menyebutnya dengan Laos saja, merupakan salah satu dari 10 negara anggota Asean. Lokasinya terjepit ditengah semenanjung Indochina, berada diantara Vietnam dan Thailand di timur dan Barat, Republik Rakyat Cina dan Myanmar (Burma) di Utara dan Kamboja di selatan. Seluruh negara negara ini dilalui oleh sungai Mekong yang membujur dari utara ke selatan, dan sebagian besar badan sungai ini menjadi perbatasan alami antara Laos dengan Thailand. Laos beri-ibukota di kota Vientiane (dibaca : Viyentiyen).

Dalam urusan politik, Laos masuk dalam daftar negara yang cukup tertutup. Komunisme masih menguasai perpolitikan di Laos, namun ada satu hal yang cukup mencengangkan bahwa ada sekelompok kecil umat Islam di negara ini hidup damai dan menikmati kebebasan beragama yang di tuangkan dalam dekrit perdana menteri nomor 92 tanggal 5 Juli 2002, memberikan jaminan kebebasan beragama di negara komunis tersebut.

Laos merupakan salah satu negara anggota Asean dengan luas terkecil, dan dari sisi ekonomi merupakan negara termiskin di Asean. Sekitar 60 persen penduduk Laos ber-etnis Lao dan sebagian besar dari mereka memeluk agama Budha. Dengan total penduduknya hampir tujuh juta jiwa ada sekitar 800 hingga 1000 jiwa saja penduduknya yang beragama Islam, menjadikan Laos sebagai negara berpenduduk muslim paling sedikit di Asean dan seluruh Asia. Di seluruh Laos hanya ada dua masjid dan dua duanya berada di kota Vientiane, yaitu Masjid Al-Azhar Vientiane dan Masjid Jami Vientiane atau Vientine Jamia Masjid yang akan kita ulas dalam artikel ini.

Lokasi & Alamat Masjid Jami Vientine

Vientiane Jamia Masjid

Ban Xengyen near the Fountain (Namphu)

downtown District Chanthaburi Vientiane,

Vientiane, vientiane 01000

Lao People?S Democratic Republic

Phone: 8562055613302

Email: alilao3320@yahoo.com

Imam masjid : Iman Maulana Nazimul Islam 020-5528-576

Koordinat geografi :  17°57'52"N   102°36'32"E

View Jamia Masjid in a larger map

Lokasi masjid ini berada di jantung kota Vientiane, tepatnya berada di belakang Langxaneg Hotel dan Fathima Restaurant, tak jauh dari Nam Phou Fountain yang merupakan air mancur kebanggaan kota Vientiane. Di kawasan yang sama juga berdiri kantor pusat polisi lalu lintas kota Vientiane, Perpustakaan Nasional Laos dan kantor Konsulat Prancis. Masjid ini terletak di jalur turis dan tepat berada di tengah ibukota. Hanya perlu mencari air mancur yang menjadi ikon kota, lalu menapaki jalan Setthathirath sepanjang 40 meter sampai menemukan petunjuk jalan menuju masjid ini.

Lokasinya yang memang berada di pusat kota membuahkan masjid Jami Vientiane ini sebagai tujuan primer bagi para atlet muslim yang sedang berlaga dalam SEA Games di Laos tahun 2009 yang lalu. Dan, baik imam masjid bersama jajaran pengurusnya begitu terbuka penuh keramah tamahan dalam suasana persaudaraan tanpa basa basi dalam menyambut & mengundang muslim & muslimah yg mengikuti ajang Sea Games di Laos tahun 2009 lalu.

Aktivitas Masjid Jami? Vientiane

Meskipun ukurannya kecil dan tidak berada pada jalan primer kota Vientiane, masjid ini menyelenggarakan aneka macam acara edukasi bagi komunitas muslim setempat yang kebanyakan merupakan muslim Laos sendiri & keturunan india. Diantara aktivitasnya termasuk pelajaran baca tulis Al-Qur?An untuk anak anak termasuk pelajaran Aqidah Islam & pelajaran sholat yang diselenggarakan setiap hari Sabtu hingga hari Kamis pukul 19.00 sampai 20.30.

Masjid menggunakan kubah, dalam bentuk sebenar benarnya masjid menaruh indikasi kentara bahwa Islam diterima menggunakan baik sang warga & penguasa Laos. Masjid ini juga bebas menyuarakan azan dari pengeras bunyi.

Sholat Jum?At diselenggarakan dalam pukul 13.10 ? 13.40 waktu setempat. Dan setiap bulan Ramadhan tidak ketinggalan diselenggarakan buka puasa bersama & program Ramadhan lainnya. Sejak 1 Juni 2005 kemudian pengurus masjid Jami Vientiane secara resmi memulai pendidikan Madrasah bagi anak anak khusus mengajarkan Al-Qur?An & Sholat.

Sejarah Masjid Jami? Vientiane

Masjid Jami Vientiane, dibangun dalam gaya arsitektur mughal, tetapi dengan menara yang kecil pada atas atap masjid, hampir sama dengan bentuk bentuk masjid di seantero Asia Tenggara. Di lantai dasar masjid terdapat dapur umur sedangkan ruang sholat utamanya berada pada lantai atas. Papan nama penunjuk lokasi masjid ini relatif menarik menggunakan memakai empat bahasa sekaligus masing masing bahasa Laos, Bahasa Arab, Bahasa Inggris & Bahasa Tamil.

Merujuk kepada Saudi Aramco, Masjid Jami Vientiane merupakan masjid tertua di Vientiane dan Laos secara keseluruhan, dibangun oleh muslim yang berasal dari kawasan India selatan semasa pendudukan Prancis di Laos dipenghujung abad ke 19 saat Laos masuk ke dalam wilayah protektorat Prancis sejak hingga tahun 1953. Disaat bersamaan Prancis juga menguasai enclave Pondicherry yakni beberapa wilayah yang terpisah pisah di sepanjang pantai barat India di Teluk Benggala.

Persamaan penguasa yang memungkinkan penduduk di wilayah pendudukan tersebut berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan berbagai alasan baik atas keinginan sendiri maupun karena masuk dalam pasukan legium asing bentukan Prancis. Diantara mereka terdapat warga muslim Tamil dari enclave Pondicherry, mereka masuk ke Vientiane melalui Saigon di Vietnam yang juga merupakan wilayah kekuasaan Prancis saat itu.

Ukuran masjid Jami Vientiane ini sebenarnya relatif luas, tetapi karena letaknya yang terjepit pada dalam gang di pusat kota Vientiane, kelegaaannya hanya baru sanggup dirasakan saat masuk ke pada masjid ini.

Digunakannya aksara Tamil pada papan nama penunjuk arah ke Masjid Jami Vientiane ini mengingatkan pada sejarah eksistensi masjid tadi yang tidak lepas menurut kiprah muslim Tamil. Kini suasana masjid ini nir melulu bernuansa Tamil akan tetapi lebih kental menggunakan nuansa muslim asia tenggara terutama pada hari Jum?At. Jejak kekuasaan Prancis sama sekali tak berbekas pada masjid.

Terlebih disuasana sholat Jum?At, waktu jemaah masjid lebih pada penguasaan sang muslim asia tenggara bersama menggunakan jemaah muslim asli Laos sendiri yang mencapai lebih kurang 200 jiwa, mereka berbicara dalam bahasa Laos, bahasa yang jua dipakai sang para muslim keturunan dari Legium Asing bentukan Prancis yang direkrut berdasarkan daerah Afrika Utara buat ditempatkan di Vientiane.

Mereka kemudian mereka menikah dengan muslimah lokal dan menetap disana. Turut hadir diantara para jemaah di masjid ini adalah muslim dari kantor kedutaan negara negara muslim asia tenggara termasuk Indonesia, Malaysia juga dari Palestina dan perwakilan dari badan badan internasional yang berkantor di Vientiane.

Sign board :: papan nama masjid jamie vientiane terpampang dalam empat bahasa & aksara pada depan sebuah rumah anjung spesial melayu, di kota vientiane.

Sejak tahun 2001 pemerintah Laos memberikan ?Perhatian? Lebih terhadap komunitas kecil Muslim pada Laos tanpa intervensi apapun terhadap kegiatan keagamaan. Muslim pada Laos beserta pemeluk kepercayaan minoritas lainnya menikmati kebebasan beragama yang dijamin sang negara.

Muslim di Laos bebas melaksanakan sholat berjamaah termasuk menyuarakan azan dari menara masjid menggunakan pengeras bunyi tanpa terdapat keberatan menurut penduduk setempat yg lebih banyak didominasi beragama Budha Theravada. Perayaan hari besar Islam pula dapat dilaksanakan menggunakan bebas termasuk penyelenggaraan Ibadah Haji yang dikoordinir sang Asosiasi Muslim Laos. Kelompok Jemaah Tabligh dari Thailand saat ini diklaim sebut aktif menjalankan dakwah Islam di Vientiane.

Referensi

qantara.de - Muslims in Laos, Hidden Beyond the Mekong

indianmuslims.info - Beyond the Mekong: Indian Muslims in Laos

vietnamtourinformation.com- laos religion

islamicfinder.org - Vientine Jamia Masjid

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

plus.google.com - Jamia Masjid Vientiane Laos‎

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

kbrivientiane.org - embassy of the republik of indonesia vientiane - laos

nu.or.id  - masjid vientiane siap jamu atlet muslim

saudiaramcoworld.com - The Crescent in Laos

Artikel Terkait

Islam dan Masjid pada Laos (bagian 1)

Islam dan Masjid di Laos (bagian 2)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian tiga)

Masjid Negara, Kuala Lumpur - Malaysia

Masjid Sultan Singapura ? Singapore

Masjid Al-Dahab Manila ? Filipina

Tuesday, November 3, 2020

Islam dan Masjid di Laos (bagian 2)

Muslim Champa dari Kamboja

Muslim Kamboja yang kini menjadi bagian dari muslim Laos. Memiliki perjalanan yang cukup panjang. Seiring dengan runtuhnya kerajaan Islam Champa yang berkuasa di bagian selatan dan tengah Vietnam, akibat kekalahan mereka melawan serbuan Kerajaan Vietnam dari dinasti Nguyen di penghujung abad ke 17 hingga ahirnya dibubarkan pada paruh pertama abad ke-19, sebagian dari muslim Champa mengungsi ke Kamboja,Thailand,Malaysia hingga ke Pulau Hainan (China).

Namun perjalanan sejarah memaksa muslim Champa di Kamboja mengungsi untuk kedua kalinya manakala rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pol melakukan pembantaian massal terhadap rakyat Kamboja termasuk muslim disana. Dalam masa kekuasaan Khmer Merah dari tahun 1975 hingga tahun 1979, diperkirakan dua juta penduduk Kamboja menjadi korban pembantaian massal yang dilakukan oleh Khmer Merah, dan diperkirakan lima ratus ribu diantaranya adalah kaum muslimin Kamboja dari etnis Champa.

Arus pengungsi muslim Champa dari Kamboja ini tiba di Laos pada tahun 1975, mereka diterima dengan baik dan kemudian menetap dan menjadi bagian dari Laos. Sebagian besar mereka menetap di kawasan pemukiman kelas para pekerja di Chantabouli, disebelah barat laut pusat kota Vientiane. Ditahun 1976 atau setahun setelah mereka tiba di Laos, Muslim Champa dari Kamboja ini mendirikan sebuah masjid kecil bernama Masjid Azhar atau lebih terkenal dengan sebutan Masjid Kamboja dengan imamnya, Imam Musa Abu Bakar, tokoh tertua muslim Champa di Laos.

Masjid Kamboja ::: Masjid Azhar di Vientiane dibangun oleh muslim Champa dari Kamboja, karenanya masjid ini lebih dikenal dengannama sebagai masjid Kamboja.

Masjid Azhar merupakan masjid kecil dengan beberapa kubah di atapnya. Masjid ini terdiri dari dua ruangan besar , satu ruang utama sebagai ruang sholat ad interim satu ruangan lagi buat ruang belajar bagi lebih kurang 50 an anak anak belajar agama Islam. Forum lembaga Islam menurut Malaysia relatif aktif membantu syiar Islam pada Laos termasuk kegiatan yang diselengarakan di Masjid Azhar ini.

Bagaimanapun muslim Champa yang tersebar di berbagai negara memang memiliki pertalian yang cukup erat dengan muslim di wilayah utara semenanjung Malaysia dan Kesultanan Aceh di Sumatera. Tak mengherankan bila dalam rekaman video dibawah ini anda dapat mendengar imam Masjid Azhar Vientiane ini berbicara dalam bahasa Melayu yang cukup fasih.

Saat ini komunitas Muslim Champa di Vientiane ada sekitar enam puluh satu keluarga. Sebagian dari mereka merupakan para pekerja dan pedagang obat obatan herbal tradisional yang mereka datangkan dari Kamboja. Kebanyakan dari Muslim Champa dari Kamboja ini menetap di tak jauh dari kawasan pecinanan di pusat kota Vientiane, tempat berdirinya Masjid Azhar yang mereka bangun.

Huru Hara Paska Kemerdekaan

Di tahun 1953 Laos berhasil memperoleh kemerdekaan dari Prancis melalui perjuangan dan pertumpahan darah yang termat panjang. Namun tahun berikutnya justru tenggelam dalam perang saudara mematikan akibat pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok komunis Pathet Lao dukungan Vietnam, China dan Uni Soviet terhadap Raja Savang Vatthana yang di dukung oleh Amerika dan Prancis di tahun 1975.

Untuk kesekian kalinya muslim Champa yang sudah menjadi bagian Laos harus mengungsi ke negara negara tetangga untuk menyelamatkan jiwa mereka. Begitu pun dengan muslim dari etnis lainnya. Dipertengahan tahun 1960 diperkirakan terdapat sekitar tujuh ribu muslim di Laos namun seiring dengan meletusnya perang memaksa mereka mengungsi ke berbagai negara. Dan yang tersisa kebanyakan adalah rakyat miskin yang tidak mampu untuk pergi kemanapun.

Perang berahir ketika Amerika mendapat tekanan untuk menghentikan perang di Laos, dan dua tahun setelah itu kekuatan komunis Pathet Lao mengambil alih seluruh negara dan mendirikan negara Republik Demokratik Rakyat Laos meng-ahiri era kerajaan Laos dan kekuasaan Raja Savang Vatthana yang telah berkuasa sejak tahun 1959. Sejak itu Laos yang di abad ke-14 hinggaabad ke-18 disebut sebagai Lan Xang atau "Negeri Seribu Gajah" ini menjadi negara komunis yang tersisa di Asia Tenggara.

Etnis Lao dari komunitas Hmong yang merupakan kaum loyalis terhadap Raja Savang Vatthana, diam diam melakukan semacam pemberontakan rahasia terhadap pemerintahan komunis Pathet Lao akibatnya komunitas ini dikenakan retribusi, sehingga banyak yang mengungsi ke Thailand. Ribuan pengungsi Hmong juga mengungsi ke Amerika dan berbagai negara lain nya. Yang lainnya kembali ke Laos dengan program repatriasi dari PBB. Saat ini sekitar 8000 orang warga Hmong masih menjadi pengungsi di Thailand.

Hubungan Indonesia & Laos

Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Laos pertama kali dimulai tahun 1957 melalui kantor perwakilan pemerintah Indonesia di Bangkok. Hubungan tersebut kemudian ditingkatkan ke tahap kedutaan pada tahun 1962 dan pada tahun 1965 secara resmi pemerintah Indonesia membuka kantor Kedutaan Besar di Vientiane. Dalam dunia pendidikan, secara berkala pemerintah Indonesia melalui KBRI Vientiane memberikan beasiswa bagi mahasiswa Laos berprestasi untuk melanjutkan studi mereka di Indonesia.***

Kembali ke bagian

Referensi

qantara.de - Muslims in Laos, Hidden Beyond the Mekong

indianmuslims.info - Beyond the Mekong: Indian Muslims in Laos

vietnamtourinformation.com- laos religion

islamicfinder.org - Vientine Jamia Masjid

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

plus.google.com - Jamia Masjid Vientiane Laos‎

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

kbrivientiane.org - embassy of the republik of indonesia vientiane

nu.or.id  - masjid vientiane siap jamu atlet muslim

saudiaramcoworld.com - The Crescent in Laos

Artikel Terkait

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian dua)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 3)

Masjid Negara, Kuala Lumpur - Malaysia

Masjid Sultan Singapura ? Singapore

Masjid Al-Dahab Manila ? Filipina

Masjid Azhar, Vientiane - Laos

Masjid Kamboja ::: Masjid Azhar Vientiane, Laos. Atau biasa diklaim menjadi Masjid Kamboja Merujuk pada muslim Champa berdasarkan Kamboja yg membentuk Masjid ini.

Masjid Azhar di Vientiane, merupakan salah satu dari dua masjid yang ada di Republik Demokratik Rakyat Laos, setelah Masjid Jami Vientiane. Masjid ini lebih dikenal dengan nama masjid Kamboja, karena memang dibangun oleh muslim etnis Champa dari Kamboja yang hijrah ke Laos meninggalkan kampung halaman mereka di Kamboja pada era tahun 1975-1979 untuk menyelamatkan diri dari kekejaman rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pot.

Berdiri di distrik Chantabouly, yang merupakan jantung kawasan indah dan bersejarah kota Vientiane, ibukota Laos. Masjid ini menjadi tumpuan bagi komunitas muslim di distrik tersebut yang memang mayoritas adalah muslim Champa, mereka terdiri dari sekitar 300 jemaah dari 70 keluarga muslim. Saat ini masjid Azhar bersama masjid Jami Vientiane menjadi salah satu tujuan wisata Rohani bagi muslim mancanegara yang berkunjung ke Laos.

Lokasi dan Alamat Masjid Azhar, Vientiane

Masjid Azhar,

Banphon Sawattay, Chantabouly District, P.O Box 5062

Vientiane, People Democratic Republic of Laos

Telepon : 856 2022 636666

Fax : 856 2055 662925

Blog : http://masjidazharlaos.blogspot.com/

View Larger Map

Muslim Champa dan Masjid Kamboja pada Laos

Perjalanan sejarah muslim Kamboja di Laos memang cukup panjang. Etnis Champa yang kini menjadi bagian dari Laos ini merupakan kaum Muhajirin dari Kamboja yang masuk ke Laos, Seiring dengan runtuhnya kerajaan Islam Champa yang berkuasa di bagian selatan dan tengah Vietnam, akibat kekalahan mereka melawan serbuan Kerajaan Vietnam dari dinasti Nguyen di penghujung abad ke 17 hingga ahirnya dibubarkan pada paruh pertama abad ke-19, sebagian dari muslim Champa mengungsi ke Kamboja,Thailand,Malaysia hingga ke Pulau Hainan (China).

Kerajaan Champa telah berdiri di bagian tengah dan selatan kawasan yang kini kita kenal sebagai Negara Vietnam sejak tahun 192 masehi sebagai sebuah kerajaan Hindu. Islam baru masuk dan mengubah kerajaan tersebut menjadi sebuah kerajaan Islam di abad ke 9 Masehi dan berkembang pesat hingga abad ke 10 masehi. Kerajaan Champa mulai diserang oleh Kerajaan Dai Viet (Cikal Bakal Vietnam) di abad ke 15 masehi.

Azhar ::: meskipun sebenarnya nama masjid ini tertulis dalam aksara Arab di atas serambi primer nya menjadi masjid Al-Azhar, tetapi penulisan namanya dalam hurup latin di gerbangnya hanya ditulis Masjid Azhar, tanpa istilah Al.

Tahun 1471M Kerajaan Dai Viet yang beribukota di Hanoi menyerbu wilayah utara kerajaan Champa dan berhasil menguasai Ibukota negara di Vijaya. Menyusul kemudian tahun 1697 wilayah Champa di Panduranga juga di caplok oleh Dai Viet, sampai kemudian sisa sisa wilayah negara Champa tak bersisa di tahun 1832M.

Arus pengungsi muslim Champa ke berbagai negara tetangganya tak terbendung, termasuk ke Kamboja yang merupakan negara terdekatnya. Di Kamboja mereka diterima dengan baik, beberapa dari mereka merupakan bekas para petinggi di kerajaan Champa dan mendapatkan tempat cukup terhormat di kerajaan Kamboja. Namun perjalanan sejarah memaksa muslim Champa di Kamboja mengungsi untuk kedua kalinya manakala rezim Khmer Merah pimpinan Pol Pol melakukan pembantaian massal terhadap rakyat Kamboja termasuk muslim disana di tahun 1975 hingga tahun 1979.

Eksterior masjid Azhar Vientiane

Arus pengungsi muslim Champa dari Kamboja ini tiba di Laos pada tahun 1975, mereka diterima dengan baik dan kemudian menetap dan menjadi bagian dari Laos. Sebagian besar mereka menetap di kawasan pemukiman kelas para pekerja di Chantabouli, disebelah barat laut pusat kota Vientiane. Ditahun 1976 atau setahun setelah mereka tiba di Laos, Muslim Champa dari Kamboja ini mendirikan sebuah masjid kecil bernama Masjid Azhar atau lebih terkenal dengan sebutan Masjid Kamboja dengan imamnya, Imam Musa Abu Bakar, tokoh tertua muslim Champa di Laos.

Saat ini komunitas Muslim Champa di Vientiane ada sekitar 70 keluarga. Sebagian dari mereka merupakan para pekerja dan pedagang obat obatan herbal tradisional yang mereka datangkan dari Kamboja. Kebanyakan dari Muslim Champa dari Kamboja ini menetap di tak jauh dari kawasan pecinanan di pusat kota Vientiane, tempat berdirinya Masjid Azhar yang mereka bangun.

Eksterior masjid Azhar Vientiane

Bangunan Masjid yg sekarang berdiri adalah output pembangunan & dibuka secara resmi dalam lepas 10 Oktober 1982. Bangunan masjidnya ukuran lebih kurang 300 meter persegi sebagai pusat peribadatan komunal bagi muslim setempat baik muslim maupun muslimah. Masjid ini jua dilengkapi dengan ruang serbaguna, ruang kelas sebagai ruang belajar bagi kurang lebih 50 an anak anak buat belajar agama Islam & Al-Qur?An, dapur dan ruang kantor. Jemaah permanen masjid ini diperkirakan kurang lebih 270 orang dari sekitar 70 keluarga.

Lembaga lembaga Islam dari Malaysia cukup aktif mendukung program program muslim Laos, seperti yang terjadi pada hari Jum’at tanggal 4 November 2011 lalu, Yayasan Salam Malaysia, berkontribusi dengan menyumbang Laptop, DVD player, Iqra multimedia and Buku buku Islam ke Masjid Azhar ini.

Referensi

qantara.de - Muslims in Laos, Hidden Beyond the Mekong

indianmuslims.info - Beyond the Mekong: Indian Muslims in Laos

vietnamtourinformation.com- laos religion

islamicfinder.org - Vientine Jamia Masjid

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

plus.google.com - Jamia Masjid Vientiane Laos‎

wikimapia.org - Vientiane-Jamia-Mosque

kbrivientiane.org - embassy of the republik of indonesia vientiane - laos

nu.or.id  - masjid vientiane siap jamu atlet muslim

saudiaramcoworld.com - The Crescent in Laos

Artikel Terkait

Masjid Jami? Vientiane, Laos

Islam dan Masjid di Laos (bagian 1)

Islam & Masjid di Laos (bagian dua)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian dua)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 3)

Masjid Negara, Kuala Lumpur - Malaysia

Masjid Sultan Singapura ? Singapore

Masjid Al-Dahab Manila ? Filipina

Islam dan Masjid di Kamboja (bagian 1)

Kamboja diantara negara negara tetangganya pada Indocina

Kamboja atau Cambodia merupakan negara  monarki konstitusional diAsia Tenggara, penerusKekaisaran Khmer yang pernah menguasai seluruh semenanjungIndochina antara abad ke-11 dan 14. Kamboja memperoleh kemerdekannya dari Prancis pada tanggal 9 November1953. Prancis berkuasa di Kamboja sejak tahun 1863 dan memasukkannya ke dalam bagian dari koloni Prancis di Indochina (French Indochina) bersama dengan Laos dan Vietnam, sejak itu Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah kepemimpinan Raja pertamanya, Norodom Sihanouk.

Kamboja ber-ibukota di Phnom Penh, kepala negaranya saat ini dipegang oleh Norodom Sihamoni yang merupakan putra dari Raja Norodom Sihanouk, sedangkan jabatan perdana menteri dipegang oleh Hun Sen.  Sejak tanggal 16 Desember 1998 Kamboja bergabung menjadi anggota Asean ke sepuluh.  Secara geografis, Kamboja berbatasan langsung denganThailand di sebelah barat,Laos di utara,Vietnam di timur, dan wilayah sisi selatannya menghadap ke Teluk Siam. SungaiMekong dan DanauTonle Sap melintasi negara ini.

Tahun 2011 yang lalu Kamboja sempat terlibat pertikaian bersenjata dengan Thailand di sekitar Kuil Preah Vihar. Perselisihan kedua negara bertetangga ini memang sudah berlangsung sejak lama meski di tahun 1962 Mahkamah Internasional telah menetapkan Kuil Preah Vihar adalah milik Kamboja, namun perselisihan tak berhenti disitu. Di tahun 2011 lalu baku tembak antara militer dua negara tak terhindarkan, mengundang keprihatinan banyak pihak. Pertempuran ahirnya berhenti namun Kamboja seringkali menutup akses dari Thailand menuju kuil yang memang hanya terpaut beberapa puluh meter dari garis perbatasan dua negara bertetangga tersebut.

Masjid An-Nikmah, Potiin, di Kampong Cham

Thailand dan Kamboja memiliki akar yang sama, kedua negara ini sama sama mengklaim diri sebagai pewaris kerajaan Khmer yang pada awal mulanya didirkan di Laos Utara tahun 657 oleh Jayavarman I sampai kemudian wilayahnya mencakup hampir keseluruhan kawasan Indochina hingga sebagian kecil wilayah utara Malaysia. Kuil Preah Vihar yang disebutkan tadi merupakan salah satu peninggalan masa kejayaan kerajaan Khmer. Sekitar 95% penduduk Kamboja merupakan etnis Khmer dan secara tradisi turun temurun menganut Agama Budha Theravada, sama seperti mayoritas penduduk Thailand, Laos dan Vietnam.

Agama Budha Theravada telah menjadi agama resmi Kamboja sejak abad ke 13 Masehi kecuali semasa kekuasaan Khmer Merah.  Agama Budha sudah di anut oleh sebagian besar rakyat Kamboja sejak abad ke 5 Masehi bahkan beberapa sumber lain menyebut jauh lebih tua dari itu. Namun diantara penduduk mayoritas Budha tersebut terdapat komunitas muslim dengan jumlah mencapai setengah juta jiwa, beberapa sumber bahkan menyebut angka yang jauh lebih besar dari itu.

Islam di Kamboja

Merujuk kepada situs CIA World Fact Book, tahun 1999 penduduk muslim di Kamboja mencapai 2.1% dari total penduduk Negara tersebut. Dan di tahun 2008, diperkirakan Muslim di Kamboja mencapai 321.000 jiwa. Mayoritas Muslim di Kamboja adalah muslim Sunni bermadzhab Syafi’i yang kebanyakan tinggal di provinsi Kampong Cham, provinsi seluas 9.799 km2 dan didiami 1.680.694 jiwa (data tahun 2008).

Menurut data Pew Research Center tahun 2009, jumlah Muslim di Cambodia mencapai 236 ribu atau 1,6% dari populasi Negara itu. Namun, menurut Ketua Senat Mahasiswa Muslim Kamboja, Sles Alfin (Saleh Arifin), populasi Muslim di negaranya diperkirakan mencapai 5%. Kebanyakan dari mereka ber-etnis Champa dan Melayu yang merupakan etnis minoritas di Kamboja. Sedangkan situs internet voa-islam menyebut angka yang jauh lebih tinggi, menurut mereka muslim Kamboja mencapai 6% dari total 11,4 juta jiwa penduduk Kamboja atau setara dengan 680.000 jiwa.

Sejarah Islam pada Kamboja

Kamboja seringkali di identikkan dengan Kerajaan Islam Champa, meskipun fakta sejarah menunjukkan bahwa Kerajaan Champa berkuasa di wilayah yang kini kita kenal sebagai Vietnam, di sebelah timur Kamboja. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai dua kerajaan yang bertetangga interaksi antara penduduk dua negara ini terjadi sangat intensif dan sejarah Islam di Kamboja memang tak bisa dilepaskan dengan sejarah kebesaran Kerajaan Islam Champa yang berpusat di Vietnam tersebut.

Interaksi antara dua kerajaan ini memang terjalin dengan baik. Manakala kerajaan Champa mengalami kemunduran di penghujung abad  ke 17 akibat serangan kerajaan Vietnam dari dinasti Nguyen, banyak muslim Champa yang mengungsi ke Kamboja. Terlebih lagi setelah status Champa sebagai sebuah wilayah otonom bawahan Vietnam dibubarkan paksa di awal abad ke 19.

Muslim Champa diterima dengan baik di Kamboja, beberapa sumber bahkan menyebutkan beberapa petinggi kerajaan Champa yang turut mengungsi kemudian juga mendapatkan jabatan terhormat di kerajaan Kamboja. Selain muslim Champa, Muslim Melayu dari kepulauan Indonesia dan semenanjung Malaysia juga memasuki Kamboja sejak masa kejayaan Champa disekitar abad ke 15 masehi.  Muslim Arab, imigran dan Anak Benua India, dan pribumi yang masuk Islam juga menjadi bagian dari komunitas Muslim di Kamboja saat ini. Mereka tersebar di seluruh wilayah Kamboja, terutama di sepanjang sungai Mekong. Muslim Kamboja rata-rata bekerja di bidang perdagangan, pertanian, dan perikanan.

Masjid Nurul Ikhsan atau Lebih dikenal sebagai International Dubai Phnom Penh Mosque di tepian Danau Boeng Kak, kota Phnom Penh.

Sebelum terjadinya tragedi pembantaian oleh Khmer Merah di tahun 1975 di perkirakan terdapat 150 ribu hingga 200 ribu muslim di Kamboja beberapa sumber lain bahkan menyebut angka hingga 700 ribu jiwa. Di sekitar tahun 1962 di terdapat sekitar 100 masjid di Kamboja dan meningkat di tahun 1975 terdapat 120 masjid, 200 musholla dan 300 madrasah serta satu sekolah penhafal Al’qur’an serta ratusan guru agama dan 300 khatib. Banyak di antara guru-guru tersebut yang belajar di Malaysia dan universitas-universitas Islam di Kairo, India atau Madinah.

Mereka membentuk komunitas muslim Kamboja dibawah kendali empat jabatan tokoh masyarakat muslim yang terdiri dari mupti, tuk kalih, raja kalik, dan tvan pake. Sementara tokoh di tiap kampung muslim di kepalai oleh hakim dan beberapa khatib, bilal, dan labi. Ke empat jabatan tokoh masyarakat tersebut termasuk Hakim turut menjadi bagian kerajaan Kamboja dan senantiasa turut serta sebagai undangan Negara dalam setiap perhelatan resmi kerajaan.

Ketika Kamboja Merdeka dari Prancis di tahun 1953, komunitas muslim berada dibawah kendali lima anggota majelis yang berisikan perwakilan dari masing masing komunitas muslim dengan fungsi yang resmi serta keterikatan dengan komunitas muslim yang lain. Masing masing komunitas muslim memiliki seorang Hakim yang memimpin Masjid masing masing komunitas, beliau juga bertindak sebagai Imam di masjid komunitasnya masing masing. Kegiatan ke-Islam muslim Kamboja berpusat di semenanjung Chrouy Changvar di dekat kota Phnom Penh yang sekaligus menjadi tempat tinggal beberapa petinggi muslim Kamboja.

Setiap tahun beberapa muslim Champa ini berangkat ke Kelantan di Malaysia untuk melanjutkan pendidikan Al-Qur’an. beberapa diantara mereka setiap tahun juga melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekah. Hingga penghujung tahun 1950-an diperkirakan 7 persen dari Muslim Champa di Kamboja ini telah menunaikan ibadah Haji. Dan dalam kehidupan kesehariannya mereka biasa menggunakan sorban ataupun semacam kopiah berwarna putih sebagai penanda bahwa mereka telah ber-haji.***

Bersambung ke bagian dua

Referensi

asean.org - the founding of asean

id.wikipedia – kontingen garuda

en.wikipedia.org - history_of_vietnam

en.wikipedia.org - Religion_in_Cambodia

CIA world fact book - cambodia

voa-islam.com - islam-kamboja-berkembang-setelah-ditekan

mekong.net - champ muslims a look at cambodia’s muslim minority

nu.or.id – Muslim Kamboja Minta Dukungan untuk Pendidikan Islam

omniglot.com - Cham Muslims of Phnom Penh

Artikel Terkait

Masjid Azhar Vientiane, Laos

Masjid Jami? Vientiane, Laos

Islam & Masjid pada Laos (bagian 1)

Islam dan Masjid pada Laos (bagian dua)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 1)

Mengenal Masjid Nasional Negara Anggota ASEAN (bagian 2)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 1)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian dua)

Masjid Sultan Omar Ali Saifuddien ? Brunei Darussalam (Bagian 3)

Masjid Negara, Kuala Lumpur - Malaysia

Masjid Sultan Singapura ? Singapore

Masjid Al-Dahab Manila ? Filipina

Asal SEO

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done